Perlu Tiga Syarat Utama untuk Terapkan Kebijakan Network Sharing

JAKARTA - Pemerintah melalui Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemenkominfo) terus menggodok kebijakan network sharing guna menciptakan persaingan usaha yang sehat di industri telekomunikasi. Dimana kebijakan tersebut nantinya akan mengatur skema berbagi jaringan antara pelaku usaha industri telekomunikasi dengan tarif interkoneksi yang telah disepakati.

Namun dalam hal ini, Ahli Ekonomi Industri UGM, Fahmy Rady beranggapan kebijakan ini justru memiliki potensi menghambat pembangunan jaringan yang lebih luas.

"Dengan network sharing pembangunan jaringan bisa terhambat, padahal penambahan jaringan masih sangat dibutuhkan. Setidaknya masih dibutuhkan sebanyak 551.000 BTS untuk bisa menjangkau konsumen di seluruh pelosok Indonesia," ujar Fahmy, di Jakarta, Kamis (15/9/2016).

Dirinya menambahkan, pembangunan jaringan itu termasuk high risk-low return, maka sebagian besar operator dipastikan enggan membangun jaringan jika ada network sharing.

Meski begitu, dirinya mendorong jika kebijakan network sharing ingin diberlakukan perlu ada tiga prasyarat yang harus dipenuhi. Pertama, tercapainya kematangan jaringan yang mampu menjangkau konsumen di seluruh wilayah di suatu Negara. Kedua, gap rendah kepemilikan jaringan (low coverage gap) diantara operator. Ketiga, tidak ada operator yang dominan.

"Tanpa memenuhi tiga variabel tersebut, kebijakan network sharing justru akan menimbulkan dampak negatif bagi industri telekomunikasi," pungkasnya.

Dirinya mencatat, dari 10 negara pengguna seluler terbesar, hanya 2 negara yang melakukan active network sharing, yakni Brasil dan Rusia. Di kedua negara tersebut tidak ada operator dominan dan active network sharing yang dilakukan antar operator dengan market share setara.