Pemerintah Belum 100% Dukung Industri Teknologi Nasional

Senin, 24 Oktober 2016 - 21:06 WIB
Pemerintah Belum 100% Dukung Industri Teknologi Nasional
Pemerintah Belum 100% Dukung Industri Teknologi Nasional
A A A
DUA tahun pemerintahan Joko Widodo-Jusuf Kalla (Jokowi-JK) banyak pencapaian yang telah dilakukan pemerintah khususnya di bidang teknologi dan informasi (TI). Namun, dalam implementasi di lapangan masih banyak kebijakan dan peraturan yang berbenturan dengan kepentingan pelaku industri TI nasional.

Bila melihat peraturan yang dikeluarkan, pemerintah menginginkan pelaku industri lokal terjaga dari serangan para importir dan pelaku usaha asing. Tapi, kenyataannya masih banyak celah yang harus diperbaiki, seperti banyak brand-brand yang bukan pelaku industri (importir) bisa memasukkan barang ke Indonesia dan menjualnya secara online.

Direktur Marketing Advan, Tjandra Lianto mengemukakan, dua tahun pemerintahan Jokowi-JK terlihat banyak perubahan positif terutama dalam hal kebijakan. Pemerintah berusaha memangkas jalur birokrasi, mendukung industri, serta brand lokal agar lebih berkembang.

"Meskipun kebetulan program-program Jokowi ini tidak banyak mengarah ke sektor teknologi dan gadget, kita tetap menyambut baik atas kebijakan yang ada. Yang kita lihat beliau sangat melindungi pelaku industri itu sendiri. Seperti kebijakan yang harus menggunakan TKDN (Tingkat Kandungan Dalam Negeri)," ujarnya.

Dia menyatakan untuk importir harus diperketat izinnya, mereka jangan hanya masuk sebagai importir tapi harus juga masuk sebagai pelaku industri. Hal ini untuk melindungi pelaku industri Lokal, dan semua produk harus mempunyai label TKDN.

Tjandra menuturkan saat ini masih banyak kebijakan abu-abu. Misalnya terkait TKDN. Beberapa importir memanfaatkan celah tersebut untuk bisa memasukkan barangnya melalui e-commerce.

"Kalau kembali lagi Pak Jokowi fokusnya bukan pada sektor ini (gadget dan teknologi). Jadi mungkin beliau juga harus didampingi orang-orang yang sangat ahli di bidangnya. Saat ini yang menjadi titik berat Presiden Jokowi adalah masalah penerimaan pajaknya dan sektor riil," katanya.

Dia menyarankan pemerintah sebaiknya fokus apa yang harus menjadi prioritas. "Di kita ini belum ada industri pendukung yang bisa membesarkan industri lokal. Misalnya pabrik kamera untuk semua handphone, pabrik baterai, pabrik LCD. Ini yang bisa membagkitkan industri lokal dan bersaing," ungkapnya.

"Jujur saja selama ini kita mau kandungan lokal lebih besar. Tapi, selama kita masih banyak impor ini bisa dikatakan kamuflase. Ini karena industri pendukung tidak ada dan tidak terakomodir," katanya.

Beberapa cara untuk memancing hal ini, lanjut dia, izinnya dipermudah. Investasi di Indonesia lebih gampang ini akan membuat iklim industri lebih nyaman. Investor akan mempunyai anggapan kalau Indonesia adalah tempat yang nyaman untuk berivestasi di bidang ini.

"Bila industri pendukung berkembang dengan baik maka core bisnis kita akan bisa tumbuh dan berkembang sesuai dengan aturan pemerintah. Kita akan bisa membesarkan TKDN, lebih fokus mengembangkan software dan sebagainya," terang Tjandra.

"Kalau sekarang yang terjadi paling banyak perakitan bukan industri sebenarnya. Semua barang diimpor dan kita rakit sendiri di sini. Belum ada benar-benar pabrik yang memproduksi sendiri," imbuhnya.

Satu lagi yang harus menjadi perhatian pemerintah, kata, dia, regulasi untuk importir terkait barang-barang yang tidak standar. Hal ini agar kasus smartphone Samsung (Galaxy Note 7 meledak) tidak terjadi di Indonesia. "Harus ada badan yang berkepentingan melakukan sertifikasi. Sebelum masuk ke Indonesia, akan diuji dulu, kalau tidak sesuai kita bisa menolak dengan tegas," katanya.

Masyarakat Indonesia semakin lama makin pintar menguasai teknologi. Bila sebagai pelaku industri bisa memberikan informasi positif kepada mereka, ini akan membuatnya merasa terbantu. Secara otomatis rasa kepercayaan terhadap brand lokal akan besar. Siapa yang lebih berkompeten dalam hal ini, Kementerian Perindustrian atau Kementerian Perdagangan?.

"Kalau menurut saya yang lebih berkompeten adalah perindustrian karena berhubungan dengan pelaku industri. Kalau Kementerian Perdagangan harusnya hanya mengatur tata cara perdagangan. Contoh bisa saat TKDN baru dimulai dari instansi satu dan yang lain belum terkoordinasi dengan baik. Kita sebagai pelaku terkadang bingung dan timbul pimpong.

Selain diperlukan rasa aman juga perlu kestabilan. Misalnya pada regulasi yang sering berubah. Kalau berubah bertambah positif tak masalah, tapi jika sebaliknya mereka sebagai pelaku usaha akan bingung.

Menurut Tjandra, jangan seperti yang ada sekarang. Keluar dulu regulasi, kalau ada masukan baru diganti. Ini yang membuat pelaku industri bingung. Dua tahun ini seperti itu yang terjadi.

Dia berharap pemerintah harus lebih konsen terhadap industri ini karena bila dilihat dari angkanya walau turun-naik industri ini berpotensi menjadi besar. Bila melihat kenyataan di lapangan satu konsumen bisa punya lebih dari satu smartphone. Kalau tak digarap dengan serius, yang abu-abu tadi akan masuk ke Indonesia. "Kita akan akan menjadi penonton di negara sendiri," imbuhnya.

Sementara itu, Menteri Komunikasi dan Informatika, Rudiyantara mengatakan, dalam hal teknologi dan informasi pemerintah memang telah menerapkan kebijakan Tingkat Kandungan Dalam Negeri (TKDN). Hal ini agar Indonesia tidak hanya menjadi pasar, tetapi juga mampu menjadi pelaku utama industri.

"Dengan adanya TKDN ini kita berharap pelaku industri di Tanah Air akan berkembang. Kita tidak lagi hanya menjadi pasar," tegasnya

Seperti diketahui, tiga kementerian telah sepakat menetapkan kebijakan sinergis soal TKDN untuk semua ponsel 4G yang masuk ke Indonesia mulai 1 Januari 2017. Kesepakatan itu, dicapai Kementerian Komunikasi dan Informatika, Kementerian Perindustrian, dan Kementerian Perdagangan.

Kebijakan yang disepakati adalah kewajiban untuk menghadirkan TKDN minimal 40% untuk smartphone 4G yang masuk ke Indonesia. "Kalau kurang dari 40%, Kementerian Perdagangan enggak akan kasih izin. iPhone mau enggak mau juga harus. Kalau enggak ya enggak kita izinin. Ini berlaku untuk semua vendor," tegas Rudiantara.

Kebijakan TKDN 4G FDD-LTE sejatinya sama dengan kebijakan yang telah dikeluarkan sebelumnya untuk Broadband Wireless Access (BWA) di spektrum 2,3 GHz. "TKDN itu harus agar Indonesia tak hanya jadi pasar saja di era 4G. Apalagi setelah 4G untuk FDD-LTE sudah kita buka di 900 MHz dan menyusul di 1800 MHz tak lama lagi," tandasnya.
(dmd)
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 2.3943 seconds (0.1#10.140)