Tanggapi Fenomena Hoax, Pemerintah Diminta Rangkul Netizen

Sabtu, 07 Januari 2017 - 14:27 WIB
Tanggapi Fenomena Hoax, Pemerintah Diminta Rangkul Netizen
Tanggapi Fenomena Hoax, Pemerintah Diminta Rangkul Netizen
A A A
JAKARTA - Maraknya berita hoax sepertinya mulai meresahkan masyarakat. Pasalnya tidak hanya menyebarkan berita palsu, konten-konten penyebar berita hoax pun cenderung menyebar kebencian, karena itu, pemerintah diminta untuk merangkul netizen.

(Baca: Marak Berita Hoax, Pemerintah Diminta Bikin Aturan Soal Medsos)

Alhasil belum lama ini pemerintah melalui Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemenkominfo) melakukan pemblokiran terhadap konten-konten yang dianggap sebagai penyebar berita hoax. Hak ini dimaksudkan agar berita hoax tidak semakin tersebar luas dan menimbulkan konflik.

Meski begitu, hal ini rupanya mendapat tanggapan berbeda dari Anggota Komisi I DPR RI, Effendi Simbolon. Dalam talkshow bertema Media Sosial, Hoax, dan Kita yang diadakan SINDO Trijaya, dia menilai seharusnya pemerintah tidak perlu berlebihan menanggapi fenomena seperti ini.

"Biarlah itu bergerak sesuai hak asasinya. Hoax itu hanya sebagian kecil dari permasalahan yang ada saat ini. Dalam hal ini kan sudah ada Undang-Undang (UU) yang mengatur bahwa ada yang boleh dan tidak," ujar Effendi di Warung Daun, Jakarta, Sabtu (7/1/2017).

Dalam hal ini dia menilai, pemerintah sebaiknya bisa bersifat lebih rilex (santai). Pemerintah diminta untuk bertemu dengan netizen dan dirangkul, jangan seperti orang memusuhi.

"Pemerintahan sekarang kan bisa menang juga karena merangkul netizen. Jadi kenapa menghadapi fenomena ini tidak melakukan hal serupa," tandasnya.

Sebelumnya, Kemenkominfo RI telah memblokir sebanyak 11 situs, yaitu:

1. voa-islam.com
2. nahimunkar.com
3. kiblat.net
4. bisyarah.com
5. dakwahtangerang.com
6. islampos.com
7. suaranews.com
8. izzamedia.com
9. gensyiah.com
10. muqawamah.com
11. abuzubair.net

Sembilan situs pertama diblokir karena mengandung konten negatif, seperti ujaran kebencian, fitnah, provokasi, SARA, hingga penghinaan simbol negara. Sementara itu, dua lainnya karena mengandung malware dan phising.
(izz)
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.8839 seconds (0.1#10.140)