Pemerintah Ajak OTT Putus Pesan & Ajaran Berbahaya Terorisme

Selasa, 15 Mei 2018 - 18:01 WIB
Pemerintah Ajak OTT Putus Pesan & Ajaran Berbahaya Terorisme
Pemerintah Ajak OTT Putus Pesan & Ajaran Berbahaya Terorisme
A A A
JAKARTA - Serangan bertubi-tubi yang dilakukan para pelaku teror di Surabaya diklaim banyak pihak para pelaku melakukan cara-cara baru untuk berkoordinasi dan melakukan target serangan sehingga sulit untuk dideteksi.

Menteri Komunikasi dan Informatika (Menkominfo) melakukan Pertemuan dengan penyedia layanan over the top (OTT) seperti Facebook, Google, dan Telegram. Mereka bekerja sama untuk menghapus ribuan akun media sosial yang membagikan radikalisme dan terorisme.

Kemkominfo telah melakukan pemantauan terhadap akun-akun yang dianggap terkait dengan paham radikalisme dan terorisme, akun tersebut lalu dilaporkan kepada penyedia layanan OTT untuk dihapuskan. Baca: Sulit Dilacak, Media Komunikasi Teroris Terbukti Pakai Cara Baru

"Kami melakukan pemantauan dan jika dirasakan sudah confirm (berkaitan dengan radikalisme dan terorisme) dilakukan take down dari akun atau konten di medsos atau konten yang dibagikan di layanan berbagi video (seperti YouTube)," tambah Rudiantara Mekominfo saat ditemui Selasa (15/5/2018).

Rudiantara mengungkap, pihaknya sudah melaporkan ada 280 akun Telegram yang langsung di hapus dan berkaitan dengan radikalisme.

Kemudian untuk Facebook, ada sekitar 450 akun yang dilaporkan. Dari jumlah itu, 300 sudah di-take down. Youtube 250, Twitter 60-70 akun yang telah di hapus.

"Facebok dan Instagram ada 450, YouTube 250, setengahnya lagi masih dalam proses pemantauan." Ujar Rudiantara.

Namun Rudi mengakui ada beberapa akun yang belum di hapus terkait radikalisme dan terorisme lantaran pihaknya berkoordinasi dengan aparat penegak hukum seperti Kepolisian RI dan Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT). Hal ini, kata Rudiantara, dilakukan guna memberikan keleluasaan kepada pihak penegak hukum untuk menyelediki lebih lanjut dan melakukan penangkapan terhadap terduga teroris.

"Polri ingin tahu ini jaringan mana, itu alasan belum dihapusnya. Karena Polri ingin tahu ke mana, maka tidak otomatis dilakukan pemblokiran tetapi itu hanya masalah waktu," tutur Rudiantara.
(wbs)
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.7055 seconds (0.1#10.140)