Mengungkap Jejak Mega Tsunami dari Mitos Nyi Roro Kidul

Minggu, 18 Agustus 2019 - 09:24 WIB
Mengungkap Jejak Mega Tsunami dari Mitos Nyi Roro Kidul
Mengungkap Jejak Mega Tsunami dari Mitos Nyi Roro Kidul
A A A
JAKARTA - Para peneliti Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) telah menemukan jejak tsunami di pesisir selatan Jawa sekitar 400 tahun lalu. Jejak itu terekam dalam lapisan tanah yang berderet sepanjang pesisir selatan Jawa, bahkan sampai selatan Bali.

Konon, tsunami ini dihubungkan dengan Ratu Pantai Selatan atau Nyi Roro Kidul dan kelahiran Kerajaan Mataram, yang dikenal dalam mitos dan dongeng. Beberapa waktu lalu, viral informasi tentang potensi tsunami di daerah pesisir selatan Jawa, dengan berbagai pemberitaan akan terjadinya gempa bumi berkekuatan 8,8 magnitudo. Kekuatan ini mampu memicu tsunami hingga ketinggian 20 meter di sepanjang pesisir pantai selatan Jawa hingga Bali. Meski begitu, Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) telah mengeluarkan pernyataan agar masyarakat tetap tenang dan tidak terpancing isu yang beredar.

Zona megathrust selatan Jawa memang memiliki potensi gempa bumi yang perlu diwaspadai melalui upaya mitigasi. Deputi Bidang Ilmu Pengetahuan Kebumian LIPI Zainal Arifin menuturkan, adanya potensi bencana dari letusan gunung berapi, gempa, hingga tsunami. Kendati demikian, peristiwa alam ini turut memberi kesuburan tanah yang luar biasa bagi tanah Indonesia. “Barat Sumatera, selatan Jawa, sampai Bali adalah zona subduksi pertemuan lempeng Benua Asia dan Australia,” kata Zainal. Setiap daerah di Indonesia memiliki sejarah singkat, yang meng gambar kan situasi dan kondisi pada masa lalu. Sejarah ini lebih dikenal dengan mitos atau dongeng yang mempunyai pengetahuan berbasis kearifan lokal.

“Mitos dan dongeng sebetulnya adalah bentuk keingintahuan masyarakat pada masa lalu terhadap peristiwa alam,” tambahnya. Ia menjelaskan, mitos yang semula hanya dianggap sebagai khayalan belaka, menjadi suatu fakta dengan penemuan sains. “Kadang sains dapat berkembang dari mitos, seperti cerita adanya kota yang hilang di sekitar selatan Sumatera, Riau, cerita ini ditelusur menggunakan pendekatan ilmiah,” ungkap Zainal. Namun, tahukah Anda bahwa pernah terjadi tsunami di pesisir selatan Jawa? Bencana ini pernah terjadi sekitar 400 tahun silam, dengan gelombang air yang sangat dahsyat. Kepala Pusat Penelitian Geoteknologi LIPI Dr Eko Yulianto mengungkap, tsunami di pesisir selatan Jawa melalui fenomena yang terekam dalam mitos Nyi Roro Kidul.

Jejak ini direkam dalam film dokumenter yang berjudul “The Untold Story of Java Southern Sea”. Pelacakan tsunami 400 tahun lalu dilakukan dengan penggalian deposit tsunami, yaitu melihat struktur lapisan tanah di wilayah pesisir. Lapisan tanah yang berbeda-beda itu akan memberi pengetahuan bahwa pernah terjadi tsunami di daerah pantai selatan. Selain melalui penggalian deposit tsunami, Eko menggunakan kisah-kisah dongeng dan mitos untuk mendapat pengetahuan adanya tsunami pada masa lalu. Metode ini dikenal sebagai geomitologi dengan keyakinan bahwa mitos dan dongeng menyimpan informasi terpendam tentang suatu peristiwa pada masa lampau.

Dia menggunakan prinsip keadaan alam, seperti bumi mempunyai siklus untuk peristiwa-peristiwa yang ada di dalamnya, apakah itu letusan gunung, tsunami, banjir, gempa, dan sebagainya. “Kejadian alam dan mitos ini kemudian dapat disatukan dalam ilmu geologi,” tambahnya.Sebagian besar masyarakat awam mengenal mitos atau dongeng hanyalah sebuah interpretasi yang kebenarannya belum dapat dibuktikan. Interpretasi ini dihubungkan pada konteks keilmuan dan keilmiahan untuk menjawab betul tidaknya mitos tersebut. “Contohnya adalah mitos tentang Ratu Kidul yang diduga adalah metafora bahwa pernah terjadi gelombang besar di pesisir pantai selatan Jawa,” kata Eko.
Geomitologi bukan hanya ilmu cocokologi yang menghubungkan beberapa peristiwa tanpa dasar keilmiahan. Geomitologi didasari pada keyakinan mitos-mitos yang kerap menyimpan informasi pada masa lalu. “Geomitologi tidak hanya berhenti pada mitos-mitos dan spekulasi. Mitos dan spekulasi terus diverifikasi dan di buktikan secara ilmiah. Sementara cocokologi hanya berhenti pada spekulasi, tanpa dibuktikan lebih lanjut,” tambahnya.Eko menuturkan bahwa pencarian jejak tsunami raksasa dimulai saat dirinya menemukan lapisan pasir di daerah Pangandaran yang mengindikasikan terjadinya tsunami sekitar 400 tahun lalu. Lapisan pasir itu diuji di Japan Nuclear Center pada 2017.
“Dari situ saya bertanya-tanya, ada peristiwa apa di tanah Jawa 400 tahun yang lalu? Ternyata sesuai penjelasan di Babad Tanah Jawi, saat itu ada Kerajaan Mataram dibangun Islam dan Panembahan Senopati menjadi raja pertamanya,” tutur Eko.Eko merupakan orang Jawa yang dibesarkan di Jawa. Dia mengalami masa-masa di mana pagelaran sandiwara tradisional, ketoprak, wayang, dan lain sebagainya, sering muncul di kalangan masyarakat. “Saya mengingat hubungan antara raja-raja Mataram Islam dan Ratu Pantai Selatan sebagai sebuah mitos,” tambahnya.
Eko menceritakan ketika Sultan Hadiwijaya dari Kerajaan Pajang ingin menyerbu Sultan Panembahan. Namun, niat Sultan Hadiwijaya itu terhalang oleh aliran lahar dari Gunung Merapi dan terpaksa kembali ke kerajaan. Saat itu, Panembahan Senopati, Sutawijaya, dan Ki Ageng Pemanahan, telah mengetahui bahwa Sultan Hadiwijaya akan menyerbu.Mereka pun berbagi tugas untuk mencegah terjadinya peperangan. Panembahan Senopati berangkat ke selatan untuk meminta bantuan penguasa laut selatan dan Ki Ageng Pemanahan pergi ke utara meminta bantuan penguasa Merapi. Perjalanan Panembahan Senopati tidak berjalan mulus hingga ia masuk ke sungai dan harus berenang ke tepi.
Saat berada di daratan, Panembahan Senopati bersemedi hingga mengeluarkan hawa panas yang menyebabkan gelombang besar. Gelombang itu mematikan segala makhluk, merobohkan tumbuhan, dan mengganggu pengikut Nyi Roro Kidul.Kemudian, Nyi Roro Kidul menemui Panembahan Senopati dan memintanya untuk berhenti bersemedi. Panembahan Senopati berhenti bersemedi setelah Nyi Roro Kidul berjanji akan membantunya untuk mendirikan Kerajaan Mataram. “Ada cerita Panembahan Senopati bertapa di pantai selatan Jawa untuk meminta bantuan kepada Ratu Kidul untuk dapat membangun Kerajaan Mataram, sedangkan dirinya bukan keturunan langsung raja. Setelah pertapaan tersebut, timbullah gelombang tinggi,” kata Eko.Mengingat hal itu, Eko mulai mengumpulkan catatan-catatan sejarah dan cerita rakyat untuk menelaah jejak masa lalu. Jika mitos Nyi Roro Kidul memang berkaitan dengan fenomena alam, harusnya terekam dalam sebuah dokumen yang valid secara ilmiah. Mitos itu sebenarnya bukti bahwa Panembahan Senopati merupakan orang yang cerdas secara politik. Dia mampu membuat peluang untuk menjadikan dirinya sebagai raja. Di samping pertemuan pertama Panembahan Senopati dan Nyi Roro Kidul, Babad Tanah Jawa juga menceritakan mitos-mitos lain. Salah satunya tentang kakek Panembahan Senopati yang bisa memegang petir.
Eko juga mengaitkan dengan tembang Serat Sri Nata yang menyebutkan adanya bencana gelombang tinggi dan airnya panas sehingga mematikan makhluk hidup. Dalam lirik tersebut juga tertulis bahwa air naik ke angkasa dan langit bergemuruh, disertai kilatan petir. “Bukankah ini membuktikan bahwa bencana itu benar terjadi? Hanya saja, Panembahan Senopati berhasil memanfaatkan bencana ini seolah-olah Ratu Kidul merestuinya menjadi raja. Dia mengemas bencana ini sebagai mitos turun-temurun untuk kepentingan legitimasi politiknya,” jelas Eko.

Setelah perjalanan panjang, Eko dan tim menemukan bukti bahwa pernah terjadi tsunami di pantai selatan Jawa. Bukti itu ditemukan di Lebak, Ciledug, Pangandaran, dan sekitarnya, Cilacap, Kutoarjo, Lumajang, bahkan selatan Bali. “Kami menyimpulkan, tsunami besar itu memang pernah terjadi 400 tahun lalu,” tambah pria Jawa itu.Dia berharap hasil penelitiannya dapat menguak jejak tsunami masa lalu dan menyampaikannya kepada ma syarakat. Tujuannya, agar masyarakat lebih waspada terhadap bencana yang akan dihadapi. “Harapannya, kita dapat membangun masyarakat yang lebih rasional dan lebih waspada, serta dapat mempersiapkan diri menghadapi ancamanan cam an sehingga kerugian dan korban bisa dikurangi, termasuk juga mengapresiasi cerita itu dalam kajian akademis,” ungkap Eko.
Selain melakukan pe nelusuran dongeng lokal serta penggalian deposit, Eko bersama peneliti di Pusat Penelitian Geoteknologi tengah menyiapkan peta redaman tsunami dalam skala 1:10.000. Peta ini dapat menjadi acuan kuat untuk perencanaan tata ruang wilayah pesisir. “Peta topografi yang paling detail skalanya baru 1:25.000 dan itu pun hanya melingkupi wilayah Jawa. Di luar wilayah Jawa, skalanya lebih tidak detail,” katanya.

Peta ini ditargetkan akan selesai pada 2020, dengan tahap awal di 12 daerah yang memiliki kerentanan tinggi. Daerah ini meliputi Pangandaran, Cilacap, Kebumen, Purworejo, Yogyakarta, dan Pacitan. “Perlu segera dipikirkan strategi pengurangan risiko oleh pemerintah dae rah dengan efek pembangunan di jalur selatan Jawa,” pungkas peneliti geomitologi itu.
(mim)
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.6585 seconds (0.1#10.140)