Serangan Siber Bisa Jadi Penghambat Pertumbuhan Ekonomi Indonesia

Kamis, 26 Maret 2020 - 23:34 WIB
Serangan Siber Bisa Jadi Penghambat Pertumbuhan Ekonomi Indonesia
Serangan Siber Bisa Jadi Penghambat Pertumbuhan Ekonomi Indonesia
A A A
JAKARTA - Meningkatnya angka pertumbuhan ekonomi digital dan jumlah karyawan yang bekerja secara mobile di Indonesia tanpa disadari membawa risiko meningkatnya serangan siber yang memanfaatkan situasi tersebut. Fakta ini terungkap dalam laporan riset Deloitte Cyber Smart: Enabling APAC businesses yang digelar atas permintaan dari VMware.

Laporan ini mengungkap hasil analisis mengenai seberapa jauh keamanan siber terpapar, kesiapan negara-negara, hingga peluang ekonomi bagi negara-negara di kawasan Asia Pasifik (APAC). Laporan ini juga menyebut tingginya potensi PDB USD145 miliar dalam satu dekade mendatang di Asia. Dengan catatan bila risiko siber dapat dikelola secara efektif, sehingga mampu mendukung keberlangsungan bisnis dan tingginya pengadopsian teknolog mutakhir yang tengah menjadi tren di masa kini.

Laporan juga menyebutkan biaya keamanan siber oleh perusahaan-perusahaan di Asia Tenggara diprediksikan akan mencapai USD5,5 miliar di tahun 2025. Untuk diketahui, pada tahun 2017 angka ini mencapai estimasi sebesar USD1,9 miliar.

Kendati demikian, serangan siber masih menjadi ancaman terbesar bagi perusahaan. Hampir separuh perusahaan di APAC tercatat mengalami serangan dalam kurun waktu 12 bulan ke belakang. Bahkan ada laporan yang menyebutkan 63% perusahaan mengalami kerugian akibat bisnis mereka sempat terganggu oleh upaya serangan siber.

Perusahaan bisa terkena imbasnya. Dalam sebuah laporan disebutkan efek dari serangan siber makin luas. Bagi perusahaan skala menengah dengan jumlah karyawan 250-500, kerugian ditaksir bisa mencapai USD96.000.

“Meningkatnya pertumbuhan ekonomi digital dibarengi pula dengan makin rentannya suatu kawasan dengan risiko untuk terpapar serangan siber. Kesiapan perusahaan menjadi senjata ampuh untuk memitigasi risiko dan memangkas potensi kerugian biaya akibat serangan," ungkap Duncan Hewett, Senior Vice President and General Manager of Asia Pacific and Japan at VMware.

Lebih lanjut dikatakan, tumbuh kepercayaan diri pada perusahaan-perusahaan yang sudah menerapkan strategi keamanan siber untuk berinvestasi pada teknologi-teknologi baru. "Makin mantap dalam berinvestasi, produktivitas melambung,” kata Duncan.

Dia mengutarakan, ini menghadirkan tantangan tersendiri bagi pemangku kebijakan untuk menyusun kerangka kerja dan membangun lingkungan. Sehingga mampu melindungi bisnis dari risiko-risiko keamanan siber supaya inovasi makin tumbuh dan pemanfaatan teknologi digital makin optimal.

"Penting bagi pemerintah, kalangan bisnis, dan ahli terkait untuk bersama-sama membangun kawasan APAC yang cerdas secara siber, agar mampu membuka potensi sebesar USD145 miliar untuk PDB di kawasan APAC atau setara 0,7% dari total PDB di kawasan tersebut dalam kurung waktu 10 tahun ke depan,” timpal John O’Mahony, Partner and lead author of the research dari Deloitte Access Economics, Australia.

VMware-Deloitte Cyber Smart Index 2020
Ini adalah rangkuman seberapa tinggi tingkat cyber risk exposure yang dialami oleh masing-masing negara di kawasan APAC. Ditambah seberapa jauh kesiapan siber (cyber preparedness) yang sudah mereka bangun.

Index tersebut fokus pada exposure yang dialami oleh tiap-tiap negara akibat serangan siber, tingkat dan frekuensi serangan di permukaan, nilai yang berisiko terampas, hingga tingkat kesiapan mereka dalam membuat kebijakan legal dan lingkungan yang mendukung bisnis siap menghadapi risiko siber yang kian tinggi di masa kini.

Indonesia, terlepas dari fakta bahwa ekonomi digital di negara tersebut meningkat pesat lantaran tumbuhnya sektor layanan skala kecil, ada sejumlah aspek yang perlu untuk ditingkatkan lagi dalam mendukung kesiapan siber. Diprediksi, tingkat paparan serangan siber akan mengalami peningkatan di tahun-tahun mendatang.

Singapura memuncaki daftar Index sebagai negara paling siap di APAC. Skor yang didapatkan konsisten tinggi untuk semua upaya membangun kesiapan siber. Ini juga karena tingkat kepedulian lembaga hukum maupun lembaga lainnya tinggi. Di sisi lain, negara ini dianggap paling rentan terpapar siber akibat tingginya penetrasi TIK di negara tersebut, yang tertinggi di kawasan.

Sedangkan Jepang menempati posisi ketiga sebagai negara paling rentan terpapar risiko siber, dan kedua tertinggi untuk tingkat kesiapan mereka di APAC. Ada celah bagi negara tersebut untuk menjadi negara paling siap siber di regional.

Australia ada di ranking ketiga sebagai negara paling siap, sekaligus keempat yang paling berisiko. Australia saat ini punya legislasi siber yang kuat. Edukasi dan R&D di negara tersebut juga kuat.

Bagaimana dengan Korea Selatan? Negara ini relatif baik di perihal kesiapan siber dengan angka R&D tertinggi, dan waktu respons terhadap ancaman siber terbaik. Pengguna teknologi yang telah menyentuh di segala lini oleh perusahaan dan pemerintah menjadi aspek substansial yang menyebabkan tingginya risiko siber di negara tersebut.

Malaysia berada di garis paling depan dengan rendahnya risiko terpapar siber karena kuatnya kerja sama dalam menyusun regulasi dan penerapan perlindungan privasi. Terlepas dari kurangnya kapabilitas di sisi organisasional.

Lalu Thailand ada di ranking delapan soal kesiapan dan sembilan soal peringkat risiko terpapar. Thailand menjadi negara dengan serangan siber tertinggi di APAC. Angka ini didorong oleh tingginya penggunaan perangkat dan mata uang kripto di Thailand.

Vietnam termasuk rendah tingkat risiko paparan -ranking 11. Namun frekuensi serangan siber di negara ini termasuk tinggi. Rendahnya legislasi yang komprehensif menyangkut keamanan dan privasi data,membuat negara tersebut kurang siap menghadapi serangan siber.

Keamanan Intrinsik
Mewujudkan sebuah lingkungan digital ekonomi yang aman adalah tanggung jawab bersama, baik swasta maupun pemerintah. Bagi perusahaan, pendekatan keamanan tradisional yang kaku tak lagi mencukupi, terutama ketika muncul kebutuhan untuk menggelar aplikasi-aplikasi di beragam lingkungan cloud dan mengharapkannya agar bisa diakses dari beragam perangkat dan dari manapun mengaksesnya.

“Kebutuhan bekerja secara mobile di Indonesia meningkat seiring dengan pesatnya pertumbuhan ekonomi digital. Hal ini menjadi titik balik bagi sejumlah perusahaan di negara tersebut," ucap Cin Cin Go, Country Manager, VMware Indonesia.

Hadirnya paradigma baru ini mendorong perusahaan akan perlunya menerapkan sistem keamanan secara intrinsik guna mendukung kesinambungan, serta kesuksesan bisnis perusahaan. VMware, sambung Cin Cin Go, menghadirkan dukungan keamanan secara intrinsik yang disematkan di seluruh pusat-pusat kontrol bagi perusahaan-perusahaan yang memiliki infrastruktur modern.

Penerapan keamanan menjadi kian terotomatisasikan, lebih proaktif dan makin menyeluruh. Strategi ini diharapkan mampu mendukung dihadirkannya perlindungan keamanan bagi perusahaan dari berbagai ancaman keamanan di luar sana, maupun dari disrupsi-disrupsi yang berpotensi bisa mengganggu kesinambungan bisnis. "Dengan ini, perusahaan makin leluasa dan menjadi lebih percaya diri dalam mengarahkan bisnis mereka meyongsong masa depan digital,” imbuhnya

Penerapan sistem keamanan intrinsik di perusahaan bisa memangkas munculnya serangan permukaan, alih-alih hanya membidik pada ancaman keamanan. Dengan begitu, bisa melihat adanya potensi-potensi serangan yang diluncurkan.

Ini juga selaras dengan visi yang hendak dicapai oleh VMware melalui penerapan sistem keamanan intrinsik yang disematkan pada teknologi VMware yang terdapat pada infrastructure stack. Dengan ini, keamanan bisa diterapkan hingga ke seluruh aplikasi, melalui apapun jenis lingkungan cloud yang menaunginya, serta apapun jenis perangkat yang digunakan.

Cin Cin Go mengatakan, melalui penerapan strategi keamanan intrinsik, VMware mampu memangkas munculnya risiko ke aplikasi-aplikasi krusial dan data penting milik perusahaan atau pengguna. "Strategi keamanan siber menjadi makin efektif, sehingga mampu mendukung mereka tumbuh lebih pesat lagi di tengah maraknya ekonomi digital saat ini," pungkasnya.
(mim)
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 1.0318 seconds (0.1#10.140)