Penipuan Online Shop Marak, Pemerintah Diminta Turun Tangan

Rabu, 16 September 2015 - 19:51 WIB
Penipuan Online Shop Marak, Pemerintah Diminta Turun Tangan
Penipuan Online Shop Marak, Pemerintah Diminta Turun Tangan
A A A
JAKARTA - Modus penipuan online shop semakin marak. Korbannya tidak hanya pembeli (buyer), tetapi juga para pemilik online shop (seller). Untuk mengatasi hal tersebut, pemerintah diminta turun tangan mencegah dan memberantas aksi kejahatan mereka.

Salah satu yang dijalankan pelaku adalah modus penyediaan jasa menaikkan jumlah follower di Instagram atau media sosial lainnya, yang dikenal dengan istilah Paid Kroyok Target (PKT).

Aksi pelaku cukup rapi. Mereka menampilkan beberapa informasi pengelola, seperti data pribadi pemilik PKT, foto, rekening, tabungan, KTP, akte dan alamat.

Korban yang tidak jeli akan terjerat, dan tertarik bergabung dengan grup PKT tersebut. Mereka terdiri dari para member online shop. Kemudian transaksi pembelian follower dilakukan dengan tanggal pembayaran ditentukan melalui transfer.

Beberapa hari setelah melakukan transaksi, para member baru curiga penambahan follower mereka sangat lambat. Bahkan nomor-nomor yang dicantumkan tak bisa dihubungi. Di sini mereka baru sadar menjadi korban penipuan. Kerugian yang dialami pun tidak kecil, sampai puluhan juta.

Hal ini terjadi karena upaya promosi yang dilakukan online shop untuk menaikkan jumlah follower. Di antaranya melalui endorse selebgram, endorse artis, jasa promote (iklan), shoutout for shoutout (SFS) dan PKT ataupun Paid Kroyok Target Personal (PKTP).

Untuk bisa mendapatkan layanan PKT, para online shop harus membayar sesuai dengan target follower yang mereka inginkan mulai dari Rp200 ribu/slot hingga Rp5 juta/slot.

Menanggapi kasus tersebut, Pakar keamanan cyber Pratama Persadha mengimbau agar para pelaku online shop berhati-hati dalam bertransaksi. Karena kejahatan melalui dunia maya terus berkembang dan semakin canggih.

"Ini tidak bisa dihindari, dan masyarakat banyak yang belum mengetahui kasus ini. Perlu ada edukasi dari semua pihak. Tapi, kita semua tidak bisa melakukan ini sendiri. Pemerintah harus turun tangan agar masyarakat bisa terlindungi," terangnya ketika dihubungi Sindonews, Rabu (16/9/2015).

Pratama menyarankan, para pelaku usaha yang menjual produknya melalui sistem online sebaiknya menggunakan website atau situs belanja (e-commerce) resmi yang aman dan terpercaya, seperti tokopedia, bukalapak dan sebagainya. Mereka sudah memiliki sistem pembayaran yang baku, sehingga pelaku usaha bisa menitipkan barang jualan dengan aman.

"Kalau kita sembarangan, sangat riskan. Sebaiknya perhatikan berbagai hal, seperti nomor telepon, identitas usaha atau pelaku, alamat web dan keabsahan dari situs online tersebut. Jangan sampai asal, kita tidak tahu siapa yang jual, siapa yang beli. Kasus penipuan online shop ini bisa menjadi pembelajaran buat kita," ujar Chairman CISSReC ini.

Untuk mengetahui layanan itu benar atau tidak, lanjut Pratama, biasanya situs yang terpecaya memiliki testimoni mengenai layanan mereka. Bagaimana tingkat kepuasan pelanggaan dan kualitas layanan yang mereka berikan.

"Namun ini semua tidak akan diketahui masyarakat tanpa ada edukasi dari pemerintah tentang keamanan dalam memanfaatkan situs online. Anggaran pemerintah kan banyak, ini bisa dilakukan untuk sosialiasi. Jangan sampai anggaran hanya dipakai untuk pencitraan," tandasnya.
(dmd)
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 1.6958 seconds (0.1#10.140)