Pengamat: Operator Harus Waspadai OTT Asing

Rabu, 17 Agustus 2016 - 12:05 WIB
Pengamat: Operator Harus Waspadai OTT Asing
Pengamat: Operator Harus Waspadai OTT Asing
A A A
JAKARTA - Operator telekomunikasi di Indonesia hendaknya lebih mengkhawatirkan persaingan dengan pemain over the top (OTT) asing dibanding harus bertikai dengan sesama operator lainnya terkait penurunan biaya interkoneksi.

Sebab, jika berlarut-larut, dampaknya dikhawatirkan akan memperlambat fokus pengembangan teknologi di tanah air. Hal tersebut disampaikan pengamat ICT Ibrahim Kholilul Rohman dalam diskusi di Jakarta, kemarin.

Menurut Ibrahim yang kini tinggal di Eropa itu, pembahasan interkoneksi di negara-negara Eropa sudah terjadi bertahun-tahun lalu. Sekarang, operator lebih fokus pada ini: OTT. “Sebab, pada 2020 nanti penyumbang revenue terbesar berasal dari layanan data dan aplikasi OTT (Over The Top),” ungkapnya.

Saat ini layanan OTT seperti Google, Twitter, WhatsApp hingga Facebook semakin populer di Indonesia dan menggerus pendapatan voice call dan SMS milik operator. Hal ini tidak dapat dihindari seiring konsumsi data yang terus meningkat.

Ibrahim mengatakan, dibandingkan harus berselisih terkait penurunan biaya interkoneksi, operator harus berpikir jauh ke depan. “Toh, interkoneksi hanya mendorong trafik penggunaan layanan suara lintas operator, sementara kedepannya justru data yang diminati,” katanya.

Di Eropa, Ibrahim menyebut bahwa Europe Commission (EC) masih mengkaji aturan untuk OTT. Menteri Komunikasi dan Informatika Rudiantara juga sangat concern terhadap hal tersebut.

Menurut Rudiantara, EC tengah mengkaji kemungkinan aturan baru dimana OTT internasional diberi subyek lisensi seperti halnya operator telekomunikasi. ”Jika Eropa secepatnya menerapkan, maka kita akan ikuti langkah mereka. Kerangka aturannya segera dibentuk,” katanya
(wbs)
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 1.1328 seconds (0.1#10.140)