Kejar Pajak Google Cs, Indonesia Bisa Tiru Kesadisan Machiavelli

Jum'at, 14 Oktober 2016 - 13:48 WIB
Kejar Pajak Google Cs, Indonesia Bisa Tiru Kesadisan Machiavelli
Kejar Pajak Google Cs, Indonesia Bisa Tiru Kesadisan Machiavelli
A A A
MALANG - Danny Darussalam Tax Center menyatakan pemerintah perlu meniru strategi dan kesadisan Niccolo Machiavelli dalam mengejar pajak Google, Facebook dan kawan-kawan. Selama ini, Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Kementerian Keuangan (Kemenkeu) kesulitan mengejar pajak perusahaan over the top (OTT).

Pengamat Perpajakan Danny Darussalam Tax Center, Darussalam mengatakan, jika Google berani melawan pemerintah dengan melakukan aggressive tax planning, maka otoritas pajak harus menggunakan cara yang lebih agresif untuk membuat mereka tunduk pada aturan perpajakan di Indonesia.

"Otoritas pajak harusnya juga secara agresif mengejar perpajakan kita. Kalau dia melakukan aggressive tax planning. Seperti strategi Machiavelli. Jadi harus dilawan," ujarnya, dalam acara Media Gathering DJP di Malang, Jawa Timur, Jumat (14/10/2016).

(Baca: Pemerintah Bidik Pajak Penjualan dari Forum Online Rp15,6 Triliun)

Menurut Darussalam, Inggris menjadi salah satu negara yang pernah meniru kesadisan Machiavelli untuk mengejar kewajiban Google membayar pajak. Hal ini dilakukan dengan membuat jenis pajak baru untuk perusahaan OTT seperti Google.

"Inggirs memberikan satu pendekatan dengan menciptakan satu jenis pajak baru untuk OTT," imbuhnya.

Darussalam menjelaskan, jenis pajak baru tersebut adalah di luar cakupan Pajak Penghasilan (PPh). Sehingga, Google tidak bisa berlindung lagi di bawah tax treaty.

Google, kata dia, dikenakan pajak 25% dari jumlah keuntungan yang diterima jika ketahuan secara sengaja tidak membentuk Badan Usaha Tetap (BUT). Tolak ukurnya adalah, jika keuntungan dari Google dialihkan ke negara yang memberikan tarif pajak lebih rendah 80% dari yang dikenakan di Inggris.

"Google pun takut. Dia agresif, pemerintah Inggris juga agresif. Sehingga, banyak perusahaan OTT sejenis mengubah struktur bisnisnya di negara sumber agar jadi BUT. Karena takut dikenakan mungkin, pemeritah juga bisa lakukan seperti itu. Jadi intinya, agresif dilawan dengan aturan yang agresif juga," tandasnya.
(dmd)
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.7179 seconds (0.1#10.140)