ATSI: Efisiensi di Industri Telekomunikasi Tidak Bisa Dihindari

Minggu, 06 Agustus 2017 - 10:46 WIB
ATSI: Efisiensi di Industri Telekomunikasi Tidak Bisa Dihindari
ATSI: Efisiensi di Industri Telekomunikasi Tidak Bisa Dihindari
A A A
JAKARTA - Ketua Umum Asosiasi Telekomunikasi Seluler Indonesia (ATSI) Merza Fachys menilai efisiensi di industri teknologi informasi dan telekomunikasi tidak bisa dihindari. Pasalnya, efisiensi merupakan suatu tuntutan yang terjadi dalam proses bisnis yang terus berulang.

"Efisiensi di bisnis telko merupakan proses bisnis yang berulang dan suatu tuntutan yang tak bisa dihindari," ujar Merza kepada pers di Jakarta, Minggu (6/8/2016).

Pernyataan Merza tersebut mengomentari tren di industri teknologi informasi (TI) global yang cenderung mengurangi jumlah pekerja digantikan teknologi yang makin canggih serta pergeseran preferensi konsumen yang kian dinamis.

"Ibaratnya kalau nafasnya berat, sudah saatnya cari tempelan dengan nafas yang masih panjang. Kalau tidak, ya diambil alih oleh mereka yang nafasnya masih panjang," katanya.

Terkait isu tentang adanya efisiensi yang mengarah pada pemutusan hubungan kerja (PHK) di industri teknologi informasi dan telekomunikasi, Merza menyerahkan hal tersebut pada kebijakan perusahaan. "Kalau itu (keputusan) masing-masing perusahaan," papar dia.

Menanggapi arah kebijakan Menkominfo yang mendorong operator telekomunikasi untuk berkonsolidasi, Merza menilai, seluruh pihak diminta mawas diri dalam menilai perusahaan apakah masih bisa bernafas panjang atau tidak. "Sehingga bisa benar-benar diketahui, perlu tidaknya konsolidasi di masa seperti ini," ucap Merza.

Menteri Komunikasi dan Informatika (Menkominfo) Rudiantara pernah memberi sinyal agar operator telekomunikasi berkonsolidasi. Sebab kerugian terus diderita oleh operator telekomunikasi, khususnya yang baru bergabung di sektor tersebut.

Nah, konsolidasi ini salah satu solusi guna memangkas kerugian mereka. "Untuk menyelamatkan mereka, saya bantu cutting loss, kalau rugi berhenti sampai situ saja tapi namanya ego, ya sudah makan saja itu ego," kata pria yang akrab dipanggil Chief RA itu, belum lama ini.

Secara terpisah, praktisi industri teknologi informasi dan komunikasi (TIK) Hermawan Sutanto menilai efisiensi yang berujung pada PHK di industri TIK bisa dimaklumi, sebab pada dasarnya ranah usaha itu menuntut perubahan secara berkelanjutan. Imbasnya terkadang menimpa tenaga kerja.

"Industri teknologi adalah industri yang paling dinamis dengan banyak perubahan yang terjadi secara kontinue. Pelakunya juga harus mampu bergerak dinamis mengikuti tren perubahan teknologi," tuturnya.

Dia melihat efisiensi merupakan cara tersendiri dari pelaku industri, terutama untuk berinvestasi di bidang lebih sesuai prediksi di masa depan. Ada tren yang berubah dan waktu perubahannya tak menentu di industri TIK.

Berbeda dengan industri minyak dan gas yang hanya berubah ketika mencari sumber daya baru, saat yang lama sudah menipis atau habis. "Efisiensi sebenarnya cara untuk berinvestasi ke bidang yang lebih sesuai dengan prekdiksi trend teknologi masa depan, dibanding bidang-bidang yang lebih tradisional," kata Hermawan.

Namun, menurut dia, kebijakan efisiensi dan PHK tak akan berlaku umum. Sebab, ada bidang lain yang diisi dari keputusan untuk memecat tenaga kerja. Buktinya, perusahaan teknologi yang bertahan tetap membuka lapangan pekerjaan baru.

Mereka fokus mengisi ruang untuk tren yang menjanjikan di masa mendatang. Misalnya, yang saat ini digandrungi yakni bisnis server cloud, maka industri berlomba mencari tenaga kerja yang kompeten mengembangkan bisnis ini.

"Buktinya perusahaan tekonologi yang bertahan tetap membuka lapangan pekerjaan baru, tapi di bisnis yang mereka prediksikan jadi tren di masa mendatang. Bisa dicek jumlah karyawan mereka relatif hampir sama," terang Hermawan.
(izz)
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 1.1949 seconds (0.1#10.140)