3 Aliran Pemikiran dan Gerakan Agama Yahudi di Dunia

Rabu, 18 Oktober 2023 - 10:41 WIB
loading...
3 Aliran Pemikiran dan Gerakan Agama Yahudi di Dunia
Aliran Yahudi ini berpendirian bahwa perubahan dapat menjadi pembaharuan. Ilusttrasi: Anadolu Agency
A A A
Gagasan keterlibatan Yahweh dalam proses sejarah pembebasan atau emansipasi bangsa Yahudi dari perbudakan bangsa-bangsa (kerajaan) pada gilirannya telah melahirkan aliran-aliran pemikiran dan gerakan agama Yahudi di dunia, khususnya di Eropa .

Kaum Yahudi pada masa milenium pertama menghadapi perbudakan bangsa Mesir , Syria, Babylonia , Persia, Macedonia, Ptolemaic, Seleucid dan Romawi. Selanjutnya, mereka masuk dalam kamp-kamp konsentrasi kematian di masa pemerintahan Nazi Jerman di bawah Adolf Hitler dalam Perang Dunia Kedua (1939-1945).

"Inilah yang gilirannya telah melahirkan aliran-aliran pemikiran dan gerakan agama Yahudi di dunia, khususnya di Eropa," tulis Leo Trepp dalam "Judaism, Development and Life".

Menurutnya, aliran keagamaan yang lahir di daratan Eropa merupakan hasil dari keharusan adaptasi ke-Yahudi-an dengan tekanan negara yang mengharapkan orang-orang Yahudi menerima Kekristenan. "Dari dalam kalangan Yahudi sendiri dilakukan upaya menjaga keimanan sebagai umat Yahudi," jelasnya.

Secara garis besar ada tiga aliran utama dalam pemikiran keagamaan Yahudi, yaitu aliran Pembaharu, Ortodoks, dan Konservatif.



Jacob Neusner dalam bukunya berjudul "The Way of Torah: An Introduction to Judaism" menambahkan tiga aliran besar agama Yahudi ini yang lahir setelah bersinggungan dengan politik dunia modern harus dispesifikasikan, karena kesemuanya melanjutkan Torah sebagai benteng pertahanan ke-rabbi-an Yahudi dan menerima Torah sebagai kelangsungan simbol mereka dan mitos, hukum-hukumnya sebagai norma mereka, teologinya sebagai batu ujian mereka.

"Antara 1800-1850, semua aliran itu telah terbentuk," ujar Jacob Neusner.

Leo Trepp, seorang Yahudi yang lolos dari Kamp Konsentrasi Sachsenhausen, menyatakan bahwa aliran keagamaan Yahudi di Barat merupakan sebuah transformasi Judaisme yang tak dapat dihindari terhadap dua sebab: Dari luar berasal dari tekanan para pemerintah (di Eropa), dan dari dalam keharusan penyesuaian untuk memelihara keimanan Yahudi.

Hal ini mempengaruhi peribadatan dan terbaginya kepemimpinan ke-rabbi-an, serta munculnya denominasi-denominasi dalam Judaisme. Beberapa rabbi kemudian terbagi menjadi tiga kelompok besar: Pembaharu, Konservatif, dan Neo-Ortodoks.

Menurut Leo Trepp, dari ketiganya semua disepakati bahwa para rabbi harus dididik secara akademis di universitas-universitas dan seminari-seminari modern.

Kaum pembaharu di bawah Abraham Geiger mendirikan Hochshule für die Wissenschafi des Judentums (Universitas untuk Ilmu Judaisme) di Berlin. Kaum Konservatif di bawah Zacharias Frankel mendirikan Jüdisch Theologisches Seminar (Seminari Teologi Yahudi) di Breslau. Kaum Neo-Ortodoks di bawah Esriel Hildesheimer telah membentuk Rabbiner Seminar (Seminari Para Rabbi) di Berlin.



Yahudi Reformasi

Dari tipologi aliran keagamaan Yahudi menurut Neusner, Yahudi Pembaharu (Reformasi) hadir dalam bagian awal abad kesembilan belas untuk mengekspresikan dan menciptakan perubahan dalam liturgi, kemudian doktrin dan cara hidup menerima Judaisme dari dua Torah (Torah Lisan maupun Tertulis, Tannakh dan Talmud).

Yahudi Pembaharu mengakui legitimasi penciptaan perubahan dan menghormati perubahan sebagai pembaharuan, menghasilkan pembaharuan.

Aliran kedua adalah reaksi terhadap Yahudi Pembaharuan, yang disebut Yahudi Ortodoks. Aliran ini dalam banyak cara meneruskan Judaisme dua Torah, tapi dalam beberapa cara sama selektifnya elemen-elemen Judaisme dengan Yahudi Pembaharuan.

Yahudi Ortodoks mencapai ekspresi sistematis pertamanya dalam pertengahan abad kesembilan belas. Aliran ini menyampaikan persoalan yang sama, yaitu perubahan, dan menggenggam Judaisme terletak di luar sejarah; ia menjadi karya Yahweh; ia merupakan seperangkat fakta dari tatanan yang sama sebagai fakta alam.

"Jadi, perubahan bukan pembaharuan, dan Yahudi Pembaharuan bukan Yahudi, begitu pula Ortodoksi," ujar Jacob Neusner.

Halaman :
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1431 seconds (0.1#10.140)