Akan Ada Peningkatan Serangan Siber dan Spionase di Asia Pasifik

Jum'at, 13 Oktober 2017 - 10:59 WIB
Akan Ada Peningkatan Serangan Siber dan Spionase di Asia Pasifik
Akan Ada Peningkatan Serangan Siber dan Spionase di Asia Pasifik
A A A
PARA pengelola perusahaan, organisasi, dan pemerintah di Asia-Pasifik diperingatkan agar meningkatkan kewaspadaan dari ancaman serangan dan spionase siber. Peringatan tersebut muncul setelah perusahaan perangkat lunak Kaspersky Lab membeberkan data terbaru tentang peningkatan ancaman itu sejak 2010.

Para peneliti di perusahaan asal Rusia itu memprediksi, dalam beberapa bulan ke depan, bakal ada potensi peningkatan serangan siber di seluruh wilayah Asia Pasifik. Data yang disampaikan Kaspersky Lab menyebutkan, pada kurun waktu 1986-2006 serangan malware mencapai sekitar satu juta kali. Intensitas serangan tersebut semakin sering di mana tahun lalu terjadi 474 juta serangan jahat yang berhasil diobservasi di platform Windows. Serangan lainnya sebanyak 23 juta kali pada platform Android yang digunakan pada perangkat mobile, tablet, dan lainnya.

”Sementara hacker modern tidak menyimpan catatan serangan mereka, para peneliti siber security benar-benar mendokumentasikan jejak mereka untuk memahami cara para hacker dan memprediksi langkah selanjutnya,” ujar Direktur Tim Riset dan Analisis Global Kaspersky Lab Vitaly Kamluk dalam acara Cyber Security Weekend di Phuket, Thailand, Kamis (12/10/2017).

Kamluk menambahkan, setelah peristiwa Worm Stuxnet yang terkenal pada 2010 silam, ahli Kaspersky Lab telah menyaksikan sejumlah serangan besar spionase siber yang menandai negara-negara di kawasan Asia-Pasifik. Saat acara Kaspersky Lab Cyber Security Weekend yang digelar di Malaysia 2015 lalu, pakar Kaspersky Lab telah memprediksi perkembangan serangan yang ditargetkan para peretas dan spionase siber. Saat itu para pelaku berupaya menginfeksi semua perang kat seluler dan menargetkan bidang bisnis serta infrastruktur.

”Siber spionase, bagian dari aktivitas intelijen di dunia maya, bersifat rahasia. Mereka hanya memata-matai dan tidak melakukan operasi fisik,” ujar Kamluk.

Dia menjelaskan, berbagai jenis malware yang beredar sekarang seperti Red October, Stuxnet, Net Traveller, Dark Hotel, dan Dropping Elephantad Lazarus. ”Sejarah telah mengajari kita bahwa siapa yang memiliki informasi, mereka memiliki dunia,” katanya.

Untuk menangkap spionase siber, sabotase siber, dan jenis manipulasi lainnya, Kamluk menyarankan agar perusahaan selalu melatih pegawainya. Cara lain adalah dengan terus mengawasi berbagai kejadian dalam waktu 7x24 jam. Terpenting, kata dia, perusahaan harus menggunakan perangkat lunak dengan sistem keamanan terbaru dari vendor terpercaya.

Harus Dibentengi Sistem yang Kuat
Menanggapi ancaman serangan siber terhadap institusi bisnis, Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Haryadi B Sukamdani mengatakan bahwa persoalan kejahatan siber harus diselesaikan oleh aparat penegakan hukum. Dia menyebutkan bahwa di Indonesia, pemerintah memiliki lembaga-lembaga anti siber di antaranya kepolisian dan Lembaga Sandi Negara.

”Apalagi, nanti ada Badan Siber dan Sandi Nasional (BSSN). Lembaga ini perannya lebih kepada melindungi keamanan nasional di dalam negeri. Kalau untuk perusahaan swasta di Indonesia, ancaman seperti ini belum meng khawatirkan,” katanya.

Wakil Ketua Komisi V DPR Muhidin M Said mengatakan, peran pemerintah sangat diperlukan dalam menangkal kejahatan siber di sektor usaha. Menurut dia, diera digital seperti saat ini sektor usaha seperti badan usaha milik negara perlu membentengi diri karena mereka banyak mengerjakan proyek-proyek pemerintah.

”Tentu saja kita perlu membentengi diri dengan men ciptakan pertahanan TI yang kuat. Ke depan, bukan tidak mungkin migrasi kedunia digital akan semakin kencang di semua sektor usaha, bukan hanya sektor infrastruktur saja,” pungkasnya.
(amm)
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 1.1246 seconds (0.1#10.140)