Balon Udara dan Drone Dilirik sebagai Pengganti Satelit

Minggu, 03 Desember 2017 - 19:00 WIB
Balon Udara dan Drone Dilirik sebagai Pengganti Satelit
Balon Udara dan Drone Dilirik sebagai Pengganti Satelit
A A A
PADA masa depan, satelit mungkin akan digantikan dengan teknologi baru yang lebih murah dan ramah lingkungan. Balon udara dan drone dapat merevolusi komunikasi dan pengintaian.

Badan Antariksa Eropa (ESA) saat ini melirik pesawat untuk level tinggi yang menjembatani kesenjangan antara drone dan satelit. Pesawat itu dapat mengobservasi bumi dari jarak beberapa mil di atas permukaan tanah, tanpa meninggalkan atmosfer. Satelit semu ini dapat mempertahankan posisi mereka selama beberapa pekan sehingga dapat terus beroperasi di atas ketinggian awan.

Berbagai perusahaan aerospace juga sedang merancang beragam konsep untuk mewujudkan ide tersebut. Beberapa perusahaan, seperti Airbus, telah meluncurkan pesawat tenaga surya Zephyr yang berhasil memecahkan rekor dunia, setelah terbang 14 hari pada 2010. Ada pula balon udara Stratobus buatan Thales Alenia Space. High Altitude Pseudo-Satellites (HAPS) bekerja maksimal pada ketinggian sekitar 20 km. Ketinggian 20 km itu sekitar 10 km di atas penerbangan pesawat maskapai komersial dan jauh di atas awan dan aliran angin jet berkecepatan tinggi.

Menurut ESA, HAPS dapat memonitor permukaan bumi hingga horizon berjarak 500 km. Karena HAPS tidak terpengaruh angin kecepatan tinggi, peralatan itu dapat mempertahankan posisi selama beberapa pekan atau bulan dalam sekali misi. "Untuk observasi bumi, mereka dapat menyediakan cakupan resolusi tinggi untuk wilayah prioritas serta dapat digunakan untuk navigasi dan telekomunikasi karena mereka dapat menjangkau titik buta dalam cakupannya dan menggabungkan bandwidth lebar dengan penundaan sinyal yang diabaikan," papar pakar sistem masa depan Antonio Ciccolella, dikutip Daily Mail.

Dia menambahkan, "ESA berupaya mencari cara bagaimana berbagai teknologi ini dapat digabungkan untuk hasil terbaik." Beberapa perusahaan Eropa juga telah merancang sistem HAPS mereka sendiri. ESA sedang bekerja untuk menyelidiki potensi jenis pesawat ini. Adapun Zephyr-S buatan Airbus dapat membawa muatan kecil selama tiga bulan dalam sekali peluncuran.

Zephyr-T yang memiliki ukuran lebih besar dapat mengangkut muatan dengan bobot lebih berat. Stratobus buatan Thales Alenia Space akan melakukan penerbangan pertama pada 2021 dan dapat mengangkut beban hingga 250 kg serta menggunakan mesin listrik untuk terbang melawan embusan angin. Bulan lalu, lebih dari 200 pakar HAPS bertemu di Eropa untuk membahas teknologi itu.

"Kami mencari konsep untuk 20 tahun terakhir, tapi akhirnya kini terwujud," ujar pakar observasi bumi Thorsten Fehr. "Itu muncul melalui mematangkan berbagai teknologi kunci: miniatur avionik, panel surya kinerja tinggi, baterai berbobot ringan, sensor observasi bumi, dan jaringan komunikasi bandwidth tinggi yang dapat memberi layanan dengan harga kompetitif," ujarnya.

Pesawat itu dapat digunakan untuk monitoring dan pengintaian secara presisi. "Ada potensi besar untuk respons darurat. Mereka dapat digunakan semipermanen, mungkin memperluas cakupannya, melintasi lembah dan perkotaan," papar pernyataan ESA.

HAPS juga dapat mendukung berbagai satelit yang ada dan membuka jalan untuk teknologi antariksa lain melalui tes penerbangan ketinggian tinggi. Saat didemonstrasikan, para pakar menyatakan bahwa teknologi itu dapat lebih efisien dan murah. "Kita harus menerbangkan mereka. Teknologi itu ada, semua komponen ada, sekarang saatnya menggabungkannya dalam resep yang enak," kata Alvaro Rodriguez dari Satellite Center, Uni Eropa.

Pesawat Zephyr-S dibuat oleh para pakar dari Airbus Defence and Space. Zephyr-S menggunakan tenaga surya pada siang hari. Sebagian energi surya disimpan dalam baterai lithium-sulphur untuk digunakan pada malam hari. Zephyr-S memiliki bentang sayap 22,5 meter sehingga dapat diluncurkan oleh empat personel militer di atas bahu mereka. Zephyr-S juga disebut satelit semu yang dapat terbang lebih dari 70.000 kaki, dua kali ketinggian pesawat komersial.

Pasukan militer Inggris telah menggunakan pesawat semacam itu untuk memantau target di darat dari lokasi mana pun di dunia. Pesawat Stratobus disebut juga hibrida drone dan satelit. Stratobus memiliki bentuk balon udara otonom dengan panjang 100 meter.

Thales Alenia Space mendesain Stratobus untuk keperluan sipil dan militer, dengan fokus pada pengintaian dan manajemen lingkungan. Panel surya dipasang menyebar di bagian atas balon udara berteknologi tinggi tersebut. "Panel surya itu menjadi sumber listrik untuk sistem pendorong listrik," ungkap laporan RT.com.

Sistem ini akan memungkinkan kapal menjaga posisi stabil dalam embusan angin berkecepatan 90 km per jam. Stratobus menggunakan dua motor listrik di tiap sisi untuk mempertahankan posisinya. Stratobus dapat melayang 20 km di atas permukaan bumi sehingga dapat memantau wilayah seluas 500 km.

Pesawat ini dapat terbang hingga ke ketinggian stratosfer, mencapai 20.000 meter di atas permukaan bumi. Pesawat ini dapat melakukan berbagai misi, mulai dari pemantauan perbatasan negara, lokasi bernilai tinggi di darat atau laut, pemantauan ke amanan dan lingkungan, serta telekomunikasi.

Stratobus memiliki masa operasional lima tahun dan hanya memerlukan perawatan di darat selama beberapa hari per tahun. Pesawat ini dapat mengangkut kontainer 40 kaki untuk penyimpanan dan transportasi.
(amm)
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 1.0357 seconds (0.1#10.140)