PHRI Luncurkan Aplikasi Booking Hotel

Selasa, 12 Desember 2017 - 09:44 WIB
PHRI Luncurkan Aplikasi Booking Hotel
PHRI Luncurkan Aplikasi Booking Hotel
A A A
JAKARTA - Perhimpunan Hotel dan Restauran Indonesia (PHRI) siap bersaing dengan aplikasi Airbnb karena kini telah memiliki aplikasi pemesanan hotel bookingina.com. Aplikasi ini dibuat untuk menjawab tantangan ketatnya persaingan hotel pada era digital.

Ketua Umum PHRI Hariyadi B Sukamdani mengatakan, pertumbuhan pariwisata Indonesia punya potensi besar mendatangkan sebanyak 20 juta wisatawan pada 2019. Sehingga di era digital saat ini PHRI ikut beradaptasi memberikan kemudahan dalam hal layanan hotel.

“PHRI sepakat memberikan pelayanan reservasi yang lebih efisien. Di samping itu, reservasi melalui online ini akan lebih murah dan bersaing dari yang telah ada,” ujar dia pada jumpa pers di Jakarta, kemarin.

Hariyadi menjelaskan aplikasi bookingina.com akan menjadi sebuah booking engine yang terintegrasi. Selain itu, aplikasi ini sepenuhnya akan mendukung program kepariwisataan di dalam negeri.

“Ini merupakan aplikasi resmi dari kalangan pengusaha hotel yang tergabung dalam PHRI. Ini adalah produk lokal yang kami rasa bisa diandalkan,” ucap dia.

Menurut dia, aplikasi tersebut merupakan pengembangan strategi dan langkah PHRI mengingat pengguna online di Indonesia sangat besar dan telah merambah berbagai sektor, salah satunya ke perhotelan.

“Sektor digital seperti online ini sudah menjadi kebutuhan masyarakat. Melalui aplikasi ini kami punya strategi yang berbeda. Karena ini merupakan aplikasi resmi yang menjadi wadah anggota PHRI. Sehingga pada akhirnya bisa memberikan pemasukan ke negara dari sisi pajak,” ungkapnya.

Menanggapi hadirnya aplikasi lain seperti Airbnb, Hariyadi menilai Airbnb hanya merupakan perusahaan aplikasi dan bukan perusahaan yang bergerak pada Online Travel Agen (OTA). Hadirnya aplikasi tersebut (Airbnb) memungkinkan lahirnya persaingan yang tidak sehat.

Sebab, pengguna aplikasi Airbnb tidak memungut pajak kepada penggunanya, termasuk pelanggan hotel atau wisma yang ikut aplikasi tersebut. “Saya kira aplikasi seperti itu ditutup saja, karena tidak memiliki manfaat bagi kami di PHRI,” tegasnya.

Dia menambahkan sistem yang dikerjakan oleh perusahaan dengan kategori OTA telah diakui oleh pemerintah. Terutama, manfaatnya terhadap negara dari sisi pemasukan pajak. Sementara, dalam pengembangan aplikasi bookingina.com, PHRI menggandeng PT Maia Putra Lestari. Namun begitu tidak disebutkan besaran investasi yang dikeluarkan PHRI dalam mengembangkan aplikasi tersebut.

Chief Executive Officer (CEO) PT Maia Putra Lestari (klikstay), Ricky Theodores mengatakan, hadirnya aplikasi bookingina.com akan memberikan kemudahan dari sisi pelayanan, terutama pemesanan hotel. Sedangkan dari sisi harga juga diyakini akan memberikan harga yang murah dan bersaing.

“Keuntungannya, terutama bagi anggota PHRI yang memungkinkan adanya mekanisme extranet yang bisa dikendalikan sepenuhnya oleh pihak hotel. Sedangkan dari sisi konsumennya akan diberikan tambahan atau alternatif untuk memperoleh harga kamar yang kompetitif dengan layanan yang lebih baik. Kami berharap semua hotel nantinya di Indonesia bisa bergabung ke aplikasi ini,” ucap dia.

Dia menambahkan, aplikasi ini memungkinkan pelanggan melakukan pembayaran lewat kartu kredit, debit, transfer maupun memanfaatkan fasilitas dan layanan pada mini market seperti Indomaret maupun Alfamart.

“Pembayarannya bisa dilakukan pada pembayaran yang diakui oleh otoritas keuangan kita. Misalnya kredit card, debit dan sebagainya,” pungkasnya.

Data PHRI menunjukkan saat ini ada 2.300 hotel berbintang di seluruh Indonesia yang menyediakan 290.000 kamar. Adapun, data Badan Pusat Statistik (BPS) menyebutkan terdapat 16.000 hotel non bintang dengan jumlah kamar hampir 285.000.
Hariyadi mengatakan, sektor hotel dan pariwisata tengah menghadapi tantangan yang berat tahun ini.

Hariyadi menjelaskan, tantangan industri hospitaliti saat ini ada tiga, yakni pertama, kondisi kelebihan pasokan kamar (over supply) yang terjadi di kota-kota besar, Kedua, kekurangan tenaga kerja terlatih (brain drain).
“Ketiga, semakin tergerusnya keuntungan dari pemilik atau operator hotel karena online agen travel meminta komisi yang lebih tinggi dari agen travel konvensional,” ujarnya.

Sebelumnya, Ketua Umum Jakarta Hotel Association yang menaungi lebih dari 43 hotel bintang lima dan empat di Jakarta, Alexander Nayoan mengungkapkan, industri perhotelan mengalami kekurangan tenaga ahli di bidangnya dan sertifikasi profesi yang belum memadai untuk posisi top management.

“Buat sertifikasi general manajer misalnya, itu apa saja yang dibutuhkan. Idealnya seorang general manajer harus memiliki sertifikasi dari semua posisi yang ada di bawahnya,” ujarnya.

Ia mencontohkan, untuk posisi GM dibutuhkan sekitar 54 sertifikasi profesi. Sayangnya, tidak semuanya bisa didapatkan. (Ichsan Amin)
(nfl)
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.6689 seconds (0.1#10.140)