Industri Pariwisata Adopsi Teknologi Digital

Senin, 18 Desember 2017 - 08:07 WIB
Industri Pariwisata Adopsi Teknologi Digital
Industri Pariwisata Adopsi Teknologi Digital
A A A
JAKARTA - Era teknologi dan digital telah merambah nyaris semua sektor, tak terkecuali pariwisata. Tak ingin kalah saing dengan perusahaan berbasis digital, pelaku pariwisata seperti perhotelan dan agen perjalanan wisata pun melakukan digitalisasi dalam layanan, promosi, dan pemasaran produknya.

Contohnya Perhimpunan Hotel dan Restauran Indonesia (PHRI) yang baru-baru ini meluncurkan aplikasi pemesanan hotel Bookingina.com. Aplikasi ini menjawab tantangan ketatnya persaingan hotel pada era digital, terutama sejak hadirnya perusahaan aplikasi asing yang juga merambah bisnis akomodasi seperti Airbnb. Tak mau ketinggalan, Asosiasi Tur dan Travel Agent (Asita) juga meluncurkan platform digital AsitaGo.

Keberhasilan pemerintah mempromosikan berbagai destinasi wisata juga tidak lepas dari konsep digitalisasi Wonderfull Indonesia melalui media sosial. Di era kepemimpinan Menteri Pariwisata (Menpar) Arief Yahya, geliat pariwisata tidak bisa dilepaskan dari dunia digital. Arief yang pernah satu dekade menjadi salah satu sosok kunci dalam transformasi pada perusahaan telekomunikasi terbesar di Indonesia itu sangat fasih manakala bicara digital. Arif pun mengadopsi strategi pemasaran digital di sektor pariwisata dan merangkul stakeholder.

Dia menegaskan digitalisasi adalah suatu keharusan karena data menunjukkan 70% orang di dunia melakukan search dan share secara digital. Dengan kegemaran orang memublikasi foto di media sosial, Kementerian Pariwisata (Kemenpar) juga menargetkan untuk membuat 100 destinasi wisata digital di Indonesia pada 2018.

“Destinasi digital ini definisi gampangnya adalah yang Instagramable. Destinasi yang didesain sesuai dengan keinginan dan kebutuhan generasi milenial,” sebutnya.

Kepala Dinas Pariwisata DI Yogyakarta Aris Riyanta mengatakan, Yogyakarta punya banyak lokasi wisata yang bisa dikategorikan sebagai destinasi digital. Desa-desa wisata yang relatif maju juga umumnya sudah mempromosikan produk wisatanya secara digital. “Contohnya desa wisata Nglanggeran sejak 2014 sudah menjual paket wisata perayaan tahun baru lewat media sosial. Dalam dua hari sudah sold out,” ungkapnya.

Sementara itu Direktur Utama Telkom Alex J Sinaga menyatakan siap mendukung program Kemenpar memperbanyak jumlah netizen yang datang ke Indonesia melalui infrastruktur telekomunikasi yang dimiliki perusahaannya. Dia mencatat sebanyak 73% pelancong di dunia aktif menggunakan media sosial dan 87% pelancong memasukkan smartphone sebagai perangkat yang wajib dibawa ketika liburan.

“Sebanyak 70% lainnya pasti mengirimkan foto-foto liburannya ke media sosial. Jadi memang industri pariwisata sangat tepat didigitalisasi,” tandasnya.

Direktur Digital Banking & Teknologi Informasi PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk (BRI) Indra Utoyo mengakui, perbankan menjadi salah satu industri pendukung pertumbuhan pariwisata nasional dengan cara mempermudah sistem pembayaran dari wisatawan kepada perusahaan-perusahaan yang bergelut di industri pariwisata.

“BRI memiliki satelit untuk bisa melayani transaksi sampai ke remote area. Siapa pun yang butuh layanan payment, kami buka application program interface (API) ke seluruh startup sektor transportasi, agen travel, operator tur, hotel, dan taman hiburan. Kami juga baru merilis edisi kartu kredit 10 destinasi pariwisata prioritas,” papar Indra.

Senada, Direktur Utama PT Angkasa Pura II (Persero) Muhammad Awaluddin menyatakan dirinya telah mendigitalisasi layanan pada sebagian besar bandara yang dikelolanya. Di antaranya layanan online check in untuk mempermudah dan memperpendek antrean.

Sementara itu, Chief Communication Officer Tiket.com Gaery Undarsa mengatakan, semua jenis industri jika ingin relevan dengan pasar harus mengadopsi teknologi mobile. Sejak pertama kali mendirikan perusahaan pemesanan tiket transportasi dan hotel online pada 2011 lalu, ia sudah menyadari bahwa kesulitan utama masyarakat untuk berlibur di Indonesia adalah minimnya informasi.

"Dengan aplikasi, maka orang akan lebih mudah membuat perencanaan liburan dan membeli tiket. Dalam dua tahun terakhir 60% penjualan tiket melalui mobile apps dan diproyeksikan pada tahun 2017-2018 pendapatan kami hampir 70% dari mobile," ujarnya.

Ia memperkirakan, nilai online booking industri pariwisata Indonesia sampai 2025 bisa tembus USD 76 miliar. (Inda Susanti)
(nfl)
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 2.3403 seconds (0.1#10.140)