Investasi Mobil Listrik Capai Rp1,197 Triliun

Minggu, 21 Januari 2018 - 06:37 WIB
Investasi Mobil Listrik Capai Rp1,197 Triliun
Investasi Mobil Listrik Capai Rp1,197 Triliun
A A A
DETROIT - Produsen mobil global terus berlomba-lomba mengembangkan kendaraan listrik. Ribuan triliun investasi siap digelontorkan dalam beberapa tahun ke depan demi mengisi ceruk pasar mobil listrik yang diprediksi kian melebar.

Berdasarkan data kompilasi yang dirilis Reuters, setidaknya produsen mobil dunia mengalokasikan total sekitar USD90 miliar (setara Rp1.198 triliun, kurs Rp13.300) untuk mengembangkan mobil listrik. Ini mengindikasikan bahwa ke depan tren mobil tanpa emisi bakal lebih banyak beredar, menggeser keberadaan mobil berbahan bakar fosil.

Kondisi ini sedikit berbeda dengan di Tanah Air, pengembangan mobil listrik tampaknya masih harus melalui jalan yang panjang mengingat ekosistemnya belum sepenuhnya terbangun.

Kendati demikian, pengembangan mobil listrik bukan berarti tidak bisa dilakukan. Buktinya, sejumlah kampus di Indonesia sudah berhasil membuat prototipe dan berhasil melakukan uji coba di jalan. Para Agen Pemegang Merek (APM) juga sudah sering menampilkan varian mobil listrik dan menyatakan kesiapan untuk memasarkannya.

Rencana besar para produsen mobil global dalam mengembangkan kendaraan listrik mengemuka pada ajang North American International Auto Show atau lebih dikenal sebagai Detroit Auto Show di Amerika Serikat (AS) pekan ini. Sebut saja Ford Motor Company yang siap menginvestasikan USD11 miliar (Rp146 triliun) dalam empat tahun ke depan. Tidak tanggung-tanggung, mereka akan meluncurkan 40 kendaraan hybrid dan mobil full listrik dengan teknologi baterai paling mutakhir.

Langkah Ford tersebut merupakan respons setelah para pesaingnya seperti General Motors (GM), Toyota, Nissan dan terlebih dahulu merilis kendaraan listrik dan mendapat sambutan positif dari pasar. Meski demikian, kerja keras Ford menyasar segmen mobil listrik masih harus menghadapi persaingan berat karena di AS sendiri segmen ini dikuasai Tesla, milik Elon Musk, yang penjualannya mencapai 100.000 unit sepanjang 2017.

“Kami sudah siap sepenuhnya. Tapi, saya ragu, apakah ada pembeli yang menunggu produk baru kami dan tertarik membelinya?” ujar Executive Chairman Ford Motor Bill Ford Jr dalam ajang Detroit Auto Show, seperti dikutip kantor berita Reuters.

Pangsa pasar mobil listrik di AS diperkirakan terus meningkat. Hal ini diakui Mike Jackson, Chief Executive AutoNation Inc, perusahaan ritel automotif di AS, yang memprediksi kendaraan listrik akan lebih banyak memasuki pasar dalam waktu dekat. Pada 2030, Jackson bahkan meyakini penjualan mobil listrik bisa mencapai 15-20% dari total penjualan mobil baru di AS. Sebagai perbandingan, secara total penjualan mobil di AS pada tahun lalu mencapai angka 17,2 juta unit.

Berkembangnya pasar mobil listrik global ditengarai sebagai respons atas keputusan regulator di berbagai negara yang ingin membatasi populasi kendaraan berbahan bakar fosil. Tekanan terhadap produsen kian berat karena Tesla terbilang cukup sukses memproduksi mobil sedan dan SUV listrik berbagai varian.

“Saat ini, Tesla menjadi pemain utama dalam pembuatan mobil listrik, tapi dalam waktu dekat semua orang akan ikut turun dan turut meramaikan sektor itu,” kata Chief Executive Daimler AG Dieter Zetsche.

Daimler menanamkan modal USD11,7 miliar untuk mengembangkan 10 mobil elektrik murni dan 40 hibrida.

Perusahaan automotif asal Jepang, Nissan Motor Co Ltd, termasuk salah satu perusahaan yang sukses memasarkan kendaraan listrik di dunia. Mereka menawarkan mobil listrik Nissan Leaf yang dibekali baterai dengan harga kompetitif.

“Semua orang akan mengetahui jika Anda mendorong harga terlalu kuat, Anda akan mendapatkan berita buruk,” kata Chief Performance Officer Nissan Jose Munoz. Senada dengan Munoz, Chief Executive Toyota Motor Corp Amerika Utara Jim Lentz, mengatakan harga di pasaran harus disesuaikan agar tidak merugi.

Dari Eropa, Volkswagen berambisi besar mengambil keuntungan dari pasar mobil listrik. Pabrikan mobil terbesar di Eropa itu akan menanamkan modal USD40 miliar hingga 2030 untuk membuat 300 model mobil listrik.

Sementara di AS, General Motors (GM) juga berencana memperkenalkan 20 mobil listrik, baik fuel cell atau baterai, pada 2023. GM yang pada masa krisis keuangan global sempat terpuruk dan menerima bailout dari pemerintah AS yakin, pasar mobil listrik mereka akan tumbuh signifikan meski mereka tidak akan bermain di dalam negeri. Di AS, GM memproduksi mobil listrik Chevrolet Bolt.

“China akan menjadi jantung dari strategi pengembangam mobil listrik kami,” ujar Presiden Geneal Motors China Matt Tsien. Namun, dia tidak membeberkan apakah akan mengandalkan merek GM atau menggunakan merek lain untuk menyasar pasar mobil listrik Negeri Panda. Selama ini, untuk pasar China, GM bekerja sama dengan produsen lokal yakni SAIC.

Andalkan Pasar yang Besar
Dari dalam negeri, Ketua I Gabungan Industri Kendaraan Bermotor Indonesia (Gaikindo) Jongkie D Sugiarto mengatakan, potensi pengembangan mobil listrik di Indonesia sebagai industri massal cukup besar.

Meski begitu, pengembangannya harus didukung sepenuhnya oleh pemerintah. Dukungan tersebut bukan hanya melalui kesiapan infrastruktur pendukung, namun lebih utama adalah kesiapan regulasi yang paten.

"Saya kira kalau APM mau investasi itu sangat gampang. Selama pasarnya ada, yang perlu disiapkan adalah regulasinya. Yang kedua infrastrukturnya," ujar dia kepada KORAN SINDO tadi malam.

Pemerintah, ungkap Jongkie, telah mempersiapkan diri membuat regulasi mengenai larangan penjualan kendaraan berbahan bakar fosil melalui Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM). Aturan tersebut masih dalam bentuk roadmap dan baru akan diterapkan pada 2040. "Tapi tidak masalah, kita dukung aturan ini. Yang penting proses ke sana ada dan betul-betuk serius," ujar dia.

Jongkie menjelaskan, Gaikindo bersama Lembaga Penelitian Ekonomi dan Masyarakat (LPEM) Universitas Indonesia (UI) telah menyelesaikan kajian tarif pajak untuk kendaraan hybrid dan listrik. Hasil kajian tersebut nantinya akan diserahkan kepada pemerintah melalui Kementerian Keuangan dan Kementerian Perindustrian sebagai rekomendasi.

"Inti dari kajian itu adalah harmonisasi tarif perpajakan," ungkapnya.

Selain harmonisasi perpajakan, pemerintah harus siap membangun infrastrukturnya. Caranya, dengan melibatkan pemerintah daerah memungkinkan lahirnya pengisian stasiun charging di lokasi-lokasi yang mudah diakses.

"Jadi cuma dua. Pertama harmonisasi perpajakannya seperti apa. Dan yang kedua infrastrukturnya harus siap bertahap," jelasnya.

Dia menambahkan, APM saat ini sudah memiliki teknologi mobil listrik yang siap diluncurkan ke pasaran. Hanya saja, karena ini industri dengan produk massal, maka persiapannya juga harus matang. “APM saya kira siap kapan saja. Yang diperlukan adalah dorongan pemerintah ke arah penggunaan mobil ramah lingkungan seperti mobil listrik," sebut dia.

Sementara itu, Direktur Pusat Unggulan Iptek Sistem dan Kontrol Otomotif (PUI SKO) Institut Teknologi Sepuluh Nopember Surabaya Muhammad Nur Yuniarto mengatakan, pengembangan mobil listrik di Indonesia butuh dukungan dari semua pihak termasuk pemerintah untuk bisa melakukan riset berkelanjutan.

“Sejauh ini baru motor listrik Gesits yang sudah mulai menemukan titik terang rencana produksi massal. Sementara mobil listrik belum mendapat perhatian yang serius,” jelasnya.

Dia menambahkan, masih ada sejumlah kendala yang dihadapi dalam pengembangan mobil listrik. Di antaranya pasokan bahan baku yang masih terbatas.

"Pasar mobil listrik sangat potensial di Indonesia. Beberapa tahun lagi paradigma masyarakat bisa terbangun dengan kesadaran memakai mobil listrik," katanya.

Dihubungi terpisah, pengamat automotif Jusri Palubuhu mengatakan penggunaan mobil listrik di Indonesia akan terjadi jika negara-negara maju telah ramai menggunakan mobil listrik sebagai alat transportasi utama. Selama ini Industri automotif di Indonesia masih mengikuti negara-negara maju produsen mobil besar.

"Ya kondisinya seperti itu. Sebab, kita ini hanya pemegang merek dan hanya bisa merakit. Paling kalau negara maju seperti di Eropa dan Amerika sudah akrab menggunakan mobil listrik kita mengikut lima hingga sepuluh tahun ke depan," ujar dia.

Dia menambahkan, penggunaan mobil listrik di dalam negeri harus siap di semua sektor. Mulai dari regulasi, infrastruktur hingga sosialisasi yang massif di masyarakat. (Muh Shamil/Ichsan Amin/Aan Haryono)
(nfl)
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 1.0080 seconds (0.1#10.140)