Disruptive Technology Bukanlah Ancaman tapi Peluang, Contohlah China

Senin, 11 Februari 2019 - 14:18 WIB
Disruptive Technology Bukanlah Ancaman tapi Peluang, Contohlah China
Disruptive Technology Bukanlah Ancaman tapi Peluang, Contohlah China
A A A
JAKARTA - Teknologi disruptif (disruptive technology) kini menjadi hal yang menakutkan bagi sebagian besar masyarakat. Ini dikarenakan teknologi baru dianggap sebagai ancaman bagi siapapun yang saat ini merasa sudah mapan.

Disruptive technology menciptakan pasar baru, sekaligus mengganggu atau merusak pasar yang sudah ada. "Inilah yang membuat banyak orang takut, khawatir akan tergerus teknologi. Tapi sebenarnya mereka tak perlu khawatir, karena disruptive technology sebenarnya mampu mendongkrak pertumbuhan ekonomi, menciptakan peluang baru, jika digunakan dengan benar," kata Asep Saefuddin, Rektor Universitas Al Azhar Indonesia seusai mengikuti wisuda ke-20 tahun akademik 2019-2020 di Gedung Manggala Wanabakti, Jakarta, baru-baru ini.

Rektor menjelaskan, China merupakan contoh besar di mana disruptive technology berhasil membangun ekonomi negara dengan populasi penduduk terbesar di dunia itu. Mereka berhasil karena memanfaatkan disruptive technology untuk menghubungkan titik-titik lokal (daerah) di negaranya.

"Dengan teknologi sekarang itu mudah (menghubungkan potensi antardaerah). Kalau ada sumber yang bisa dijual ke titik lain bisa dilakukan dengan mudah. Kemudahan itu diapat melalui internet of things (IoT)," kata Asep.

Teknologi ini cocok dengan pertumbuhan ekonomi endogen (endogenous economic growth) yang tengah tren saat ini. ekonomi endogen adalah model ekonomi yang mengoptimalkan potensi internal negara. Model tersebut mengutamakan sumber daya manusia dengan kekuatan ilmu pengetahuan, sumber daya alam, aset teknologi dan kelembagaan.

"Pemikiran ini ditekuni secara konsisten sejak tahun 90-an oleh Prof Romer yang awalnya bergelar sarjana fisika sebelum akhirnya menjadi ekonom andal. Hasil riset panjang ini akhirnya pada 2018 diganjar sebagai pemenang Hadiah Nobel Bidang Ekonomi," ungkapnya.

Bila dilihat dari prasyarat model ekonomi endogen itu sebenarnya Indonesia mempunyai peluang menjadi negara adidaya ekonomi. Karena bangsa ini mempunyai modal dasar pembentukan model ekonomi endogen.

"Kita memiliki sumber daya alam, kelembagaan modal sosial (social capital), otonomi daerah, aset fisik (infrastruktur), lembaga penelitian, dan perguruan tinggi. Pertanyaannya, apakah kekuatan endogen itu sudah benar-benar dikelola dengan baik?" kritiknya.

Menurut dia, inilah pekerjaan rumah (PR) bagi seluruh komponen bangsa agar model pertumbuhan ekonomi endogen ini bisa meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Sehingga Indonesia menjadi negara terhormat dengan kekuatan ekonomi berbasis pengetahuan dalam mengoptimalkan sumber daya internal.

"Contoh nyata saat ini kita menyaksikan pertumbuhan China yang dimulai dengan penguatan faktor dan kelembagaan endogen. Jack Ma juga menggarap UKM setempat dalam pangan, kerajinan tangan, riset, dan modal manusia (human capital) yang tekun, rajin, kerja keras dan berkolaborasi. Jadilah China sebagai raksasa ekonomi dunia yang terus tumbuh," tutur Asep.

Karena itu, dia berharap, kampus-kampus di Indonesia terbiasa dengan IoT. Dan inilah yang ditempuh Universitas Al Azhar Indonesia dengan membuka program berbasis IoT.

"Kampus kami buka tatap muka dengan online atau dalam jaringan. Jadi kalau sibuk kerja, mahasiswa bisa kuliah sambil bekerja. Tatap muka langsung hanya sekali dilakukan di hari Sabtu. Tapi saat hari kerja mahasiswa-mahasiswi bisa melihat materi melalui YouTube yang dikirim dosen," katanya.

Ditegaskannya, ini bukan kelas karyawan seperti yang ada di kampus lainnya. Melainkan kelas reguler yang menerapkan teknologi. "Ke depan kami akan perluas pendidikan jarak jauh (PJJ). Ini bukan kelas baca modul, melainkan buka kelasnya secara online.Taping, absensi online, jadi tetap ada tatap muka (secara online). Tahun ini sudah berjalan dua semester, Mendiknas sendiri sudah menginstruksikannya. Jadi kuliah bisa lakukan melalui chatting, berkomunikasi online," papar Asep.

Dalam wisuda ke-20 tahun akademik 2019-2020 tersebut, UAI mewisuda sebanyak 298 mahasiswa dari berbagai fakultas. Sebanyak 53 mahasiswa di antaranya mendapatkan gelar cumlaude.

UAI pun mendapat kehormatan khusus dengan hadirnya Bima Arya Sugiarto, Wali Kota Bogor yang menyampaikan orasi ilmiah mengenai “Pemerintahan Millennial”.

Mahasiswi Fakultas Hukum, Program Studi Hukum Angkatan 2014, Nuraemy Firdaus, terpilih sebagai wisudawan terbaik se-universitas. Dia memperoleh IPK 3,87 sehingga lulus dengan predikat cumlaude.

Semasa kuliah, Nuraemy aktif mengikuti berbagai organisasi dan paper competition. Antara lain sebagai Vice President of Al Azhar Youth Leader Institute yang merupakan organisasi kepemudaan di bawah bimbingan Masjid Agung Al Azhar.

Nuraemy juga mendapatkan Best Paper of Social Project’s Paper Presentation, AFSEC – International Student Leaders Exchange Bangkok, Thailand. Serta Publishing International Journal, Glogal Research Development Service di Nanyang Technological University, Singapore.

Pada kesempatan ini, UAI kembali menyelenggarakan UAI Alumni Award 2019. Alumni Award tahun ini diberikan kepada beberapa alumni berprestasi yang mewakili masing-masing fakultas. Penghargaan ini merupakan salah satu bentuk penghargaan UAI kepada para Alumni UAI atas dedikasi, pencapaian, dan kontribusi bagi masyarakat.
(mim)
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 2.3559 seconds (0.1#10.140)