Astronot NASA Cetak Rekor Terlama di Orbit

Selasa, 23 April 2019 - 08:38 WIB
Astronot NASA Cetak Rekor Terlama di Orbit
Astronot NASA Cetak Rekor Terlama di Orbit
A A A
NEW YORK - Astronot NASA Christina Koch akan mencetak rekor sebagai wanita terlama di orbit. Upaya mencetak rekor baru ini setelah dia dijadwalkan melakukan perjalanan antariksa pertama dengan seluruh kru wanita pada 29 Maret tapi rencana itu dibatalkan karena tidak ada baju antariksa yang pas dengan ukuran tubuh kru wanita.

Koch kemudian melakukan perjalanan antariksanya bersama Nick Hague. Koch tiba di Stasiun Antariksa Internasional (ISS) pada 14 Maret untuk misi penerbangna antariksa pertamanya. “Dia akan tetap di ISS hingga Februari 2020,” ungkap jadwal baru NASA, dilansir CNN.

Normalnya, para astronot berada di ISS selama enam bulan. Misi Koch akan melampaui Peggy Whitson yang tinggal 288 hari di antariksa dan mengakhiri penerbangna antariksa tunggal terlama oleh astronot NASA Scott Kelly selama 340 hari.

Koch mengaku senang dengan perpanjangan misinya di antariksa. “Satu bulan berlalu. Sepuluh untuk dilalui. Hari ini kemungkinan itu menjadi kenyataan: Misi saya direncanakan diperpanjang melalui Ekspedisi ketiga di atas @Space_Station! Keistimewaan untuk memberikan setiap hari yang terbaik milik saya,” ungkap Koch di Twitter.

Astronot NASA Andrew Morgan yang tiba di ISS pada 20 Juli juga menikmati perpanjangan misi dan kembali pada musim semi 2020.

Kabar ini muncul setelah pengumuman pekan lalu dari Twins Study NASA yang meneliti dampak penerbangan antariksa jangka panjang pada manusia. Misi satu tahun Kelly pada 2015 dan 2016 memberikan pemahaman sangat penting tentang apa yang dialami tubuh manusia pada gravitasi nol. Pekan lalu, NASA menyatakan misi jangka panjang yang lebih banyak akan direncanakan untuk memungkinkan studi lebih lanjut.

Ini membantu NASA dan para astronotnya menyiapkan misi-misi panjang ke bulan dan di masa depan ke Mars. “Para astronot menunjukkan ketangguhan dan daya adaptasi yang luar biasa dalam merespon paparan penerbangan antariksa jangka panjang,” ujar Jennifer Fogarty, kepala peneliti Program Riset Manusia Johnson Space Center NASA.

“Ini akan memungkinkan misi-misi eksplorasi sukses dengan para astronot yang sehat dan siap bekerja. NASA berupaya membangun apa yang kami pelajari dengan para astronot tambahan di antariksa untuk lebih dari 250 hari. Perpanjangan misi Christina akan memberi data tambahan untuk Program Riset Manusia NASA dan terus mendukung misi masa depan ke Bulan dan Mars,” ungkap Fogarty.

Sejumlah penelitian terus dilakukan berbagai negara untuk membawa manusia ke bulan dan Mars. Beberapa negara juga meneliti bagaimana menanam tumbuhan di bulan yang dapat mendukung kehidupan manusia.

Lembaga Luar Angkasa Nasional China pun mencoba menanam benih di bulan. Fenomena itu belum pernah terjadi sebelumnya dan dianggap sebagai penemuan besar. Penanaman tumbuhan di luar angkasa hanya pernah dilakukan di ISS.

Changie 4 merupakan pesawat antariksa pertama China yang mendarat dan melakukan eksplorasi di sisi gelap bulan sejak 3 Januari. Sejumlah instrumen diangkut bersamaan untuk melakukan beragam riset. Jika penanaman tumbuhan di bulan dapat berjalan sesuai harapan, misi ruang angkasa ke planet lain akan menjadi sedikit lebih mudah.

Misalnya perjalanan ke Mars yang memerlukan waktu sekitar dua setengah tahun. Bulan dapat dijadikan sebagai titik transit sebelum perjalanan jauh itu dilanjutkan kembali. Changie 4 juga membawa benih kapas, ragi, dan telur lalat buah.

Semua tumbuhan yang dibawa dari bumi itu disegel di dalam kontainer di dalam pesawat ulang-alik. Eksperimen biosphere mini itu dirancang untuk menguji proses fotosintesis dan respirasi yang dibutuhkan tumbuhan untuk memproduksi energi di bulan.

Seluruh eksperimen dilakukan di dalam kanister dengan bobot tiga kilogram dan tinggi 18 sentimeter. Kanister itu dirancang khusus oleh para ahli dari 28 perguruan tinggi terkemuka di China. Organisme itu mendapatkan pasokan udara, air, dan nutrisi yang memadai yang dibawa langsung dari bumi agar dapat tumbuh.

Namun, menurut para ilmuwan China, salah satu tantangan terbesarnya ialah menjaga suhu tetap stabil sehingga benih dapat tumbuh dengan baik. Maklum, suhu di bulan dapat berubah-ubah antara minus 173 Celsius hingga 100 derajat Celsius.

Selain itu, tingkat kelembapan dan nutrisi perlu diawasi dan dikontrol ketat. Media lokal China melaporkan benih kapas yang dibawa dari Bumi itu sudah mulai berkecambah.

Sayangnya, tunas tanaman itu kemudian mati akibat suhu dingin yang ada di bulan. Para peneliti tampaknya harus mencari cara alternatif untuk mengatasi kendala suhu dingin tersebut. (Syarifudin)
(nfl)
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 1.3109 seconds (0.1#10.140)