Dinilai Tak Lindungi Data Pribadi, Draf Revisi PP PSTE Jadi Perdebatan

Senin, 21 Oktober 2019 - 14:22 WIB
Dinilai Tak Lindungi Data Pribadi, Draf Revisi PP PSTE Jadi Perdebatan
Dinilai Tak Lindungi Data Pribadi, Draf Revisi PP PSTE Jadi Perdebatan
A A A
JAKARTA - Draf Revisi Peraturan Pemerintah Nomor 82 Tahun 2012 tentang Penyelenggaraan Sistem dan Teransaksi Elektronik (PP PTSE) telah ditandatangani oleh Presiden Joko Widodo, rupanya masih jadi perdebatan di tengah masyarakat.

Indonesia Data Center Provider Organizaton (IDPRO), Asosiasi Cloud Computing Indonesia (ACCI), Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia (APJII), Federasi Teknologi Informasi Indonesia (FTII), Asosiasi Peranti Lunak Telematika Indonesia (ASPILUKI), Indonesia ICT Institute, dan induk asosiasi sektor ICT Indonesia, Masyarakat Telematika Indonesia (MASTEL), memandang perlu menyampaikan tanggapan atas draft revisi Peraturan Pemerintah nomor 82 tahun 2012 (PP PSTE), versi dokumen tanggal 2 Agustus 2019 yang kami peroleh dari PPID Kementerian Komunikasi dan Informatika.

Setelah kami mempelajari draft tersebut, kami berkesimpulan bahwa isi draft revisi PP 82/2012 sangat kontradiktif dengan pesan-pesan yang disampaikan oleh Bapak Presiden Ir. H. Joko Widodo dalam berbagai pidato kenegaraan/kepresidenan.

Pada perkembangan lain, isi draf revisi PP Nomor 82 Tahun 2012 dinilai kontradiktif dengan perintah Presiden Joko Widodo yang menyatakan bahwa kedaulatan data harus dilindungi pada saat menyampaikan pidato 16 Agustus 2019.

"Isu PP-82 adalah masalah kedaulatan data, penegakan hukum, dan sekaligus jalan masuk persamaan perlakuan dalam pajak. Isu ini mestinya pemerintah-lah yang lebih concern menjaganya. Ini kebalik, asosiasi dan komunitas yang malah concern dan berulangkali mengingatkan Pemerintah. IDPRO mendesak Pemerintah menunda pengesahan draft tersebut karena mayoritas komunitas TIK di Indonesia belum sepakat dengan draft isi tersebut, Isi revisi masih banyak yang perlu diperbaiki karena sebenarnya revisi PP 82/2012 bisa menjadi jalan masuk untuk memperbaiki ekosistem ekonomi digital di Indonesia" tutur Hendra Suryakusuma, Ketua Umum IDPRO) dalam keterngan persnya
Gabungan asosiasi penyelenggara jasa internet yang terdiri atas ACCI, APJII, FTII, Aspiluki, Indonesia ICT Institute, dan Mastel sebagai induk asosiasi sektor ICT Indonesia menilai kontradiksi terletak di Pasal 21 ayat 1 draf revisi PP PSTE.
Pasal tersebut berbunyi Penyelenggara Sistem Elektronik Lingkup Privat dapat mengelola, memproses dan/atau menyimpan Sistem Elektronik dan Data Elektronik di wilayah Indonesia dan/atau di luar wilayah Indonesia.

"Dengan bunyi ayat di atas, maka yang akan terjadi adalah negara tidak akan dapat melindungi ‘data kita’ [data masyarakat Indonesia] karena Pemerintah memberikan lampu hijau kepada Penyelenggara Sistem Elektronik Lingkup Privat dan aplikasi-aplikasi yang berasal dari negara lain untuk bisa menyimpan data di luar wilayah Indonesia, dan itu berarti isi Revisi PP 82/2012 sangat bertentangan dengan arahan Presiden," ujar pihak asosiasi dalam keterangan persnya.

Adapun, pihak asosiasi mengatakan implikasi lain dengan memperbolehkan Penyelenggara Sistem Elektronik Lingkup Privat untuk memproses dan menyimpan data di luar wilayah Indonesia, antara lain; pertama, ada potensi 90% data di Indonesia akan lari ke luar wilayah Indonesia.

Hal tersebut dinilai ini akan berimplikasi besar dari aspek ideologi, politik, ekonomi, sosial, budaya, pertahanan, dan kemanan (IPOLEKSOSBUDHANKAM) Indonesia di era ekonomi data, mengingat sampai saat ini Indonesia belum mempunyai aturan perlindungan data yang memadai.

Kedua, dengan memperbolehkan data Penyelenggara Sistem Elektronik Lingkup Privat memproses dan menyimpan data diluar wilayah Indonesia, maka penyedia layanan pusat data (data center), komputasi awan, over the top (OTT) asing tidak lagi berkewajiban melakukan investasi di Indonesia karena bisa melayani masyarakat Indonesia diluar wilayah Indonesia. Pihak asosiasi menilai hal tersebut sangat merugikan secara ekonomi.

Ketiga, penegakan hukum dianggap akan mengalami kesulitan manakala proses penegakan hukum tersebut membutuhkan data yang tersimpan di luar wilayah Indonesia, karena masing-masing negara mempunyai aturan dan yuridiksinya masing-masing.
(wbs)
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.8041 seconds (0.1#10.140)