Cara Agate Hadapi Serbuan Industri Game Global di Indonesia

Kamis, 21 November 2019 - 22:02 WIB
Cara Agate Hadapi Serbuan Industri Game Global di Indonesia
Cara Agate Hadapi Serbuan Industri Game Global di Indonesia
A A A
TANGERANG - Serbuan industri game luar negeri, membuat produsen game di Indonesia babak belur. Keunggulan teknologi, modal dan promosi, membuat game luar lebih unggul ketimbang game produsen Tanah Air.

Hal ini membuat keprihatinan mendalam bagi pelaku industri game Tanah Air. Salah satunya datang dari CEO Co-Founder Agate International Arief Widhiyasa. Menurutnya, pasar industri game di sini sangat potensial.

"Kalau pasar sangat terlihat. Kalau di jaman dulu, orang kalau mau main game mahal, sekarang tinggal pake HP. Apalagi, dalam dua tahun belakangan esport lagi booming," kata Arief, di Kampus Buddhi Dharma, tadi pagi.

Kehadiran esport, menurut Arief, membantu meningkatkan pangsa pasar industri game, di Indonesia bertambah besar. Namun, di tengah keuntungan itu, dia melihat, produsen game lokal malah tidak mendapat untung.

"Produsen lokal tidak bisa tumbuh. Idealnya kalau pasar tumbuh, produsen lokal dapat bagian dari situ. Tetapi yang ada kita kalah bersaing dengan industri global," ungkapnya.

Sebagai salah satu industri game terbesar Tanah Air, Arief mengaku, Agate memiliki cara untuk tetap bertahan dari gempuran produk industri game global. Sehingga, pangsa pasarnya tetap akan bermain diproduk Agate.

"Kalau di Agate, kita melihat ada satu yang kita pasti menang, yakni game yang punya identitas Indonesia. Itu yang akan kita jadikan game. Hampir semua game kita mengangkat identitas bangsa Indonesia," sambungnya.

Industri game lokal, tambah Arief, saat ini berada pada titik yang kurang menyenangkan, di mana persaingan semakin ketat, produksi semakin menurun, dan lama-lama hilang.

"Berkarir di industri game itu sangat susah, dan tantangannya besar. Yang terbesar itu, kita harus berkejar-kejaran dengan industri global. Ya, memang semua karir juga susah. Di mana juga pasti akan sama," ungkapnya.

Sementara itu, Founder Techpolitan Sinarmas Land Rhesa Surya Atmadja mengatakan, dalam menghadapi persaingan itu, pihaknya akan terus mengembangkan SDM yang ada.

"Kita memposisikan diri di Digital Hub. Apa yang kita lakukan untuk meningkatkan daya saing? Yaitu dengan membuat masyarakat suka dulu, karena tekpolitan itu hub nya. Jadi kita buat dulu nih talent-talennya," jelasnya.

Dijelaskan dia, Indonesia memiliki keunggulan yang serba banyak ketimbang negara lain. Mulai dari suku bangsa, bahasa, budaya, hingga jumlah manusianya yang cukup besar.

"Untuk menghadapi daya saing global, harus bangun talent dulu. Kita ini kan selama ini dianggap sebagai negara konsumen. Dengan penduduk yang sangat besar, harusnya itu menjadi daya saing kita," sambung Rhesa.

Digital Hub Sinarmas Land, jelas Rhesa, saat ini memiliki tanggung jawab besar. Namun, diakuinya mereka tidak bisa bekerja sendirian dalam mewujudkan SDM berdaya saing itu.

"Kita saat ini masih sangat kekurangan talent. Kenapa Unicon bangun di India. Karena talent kita gak ada. Makanya, program Digital Hub kita bawa ke dalam kampus. Jadi kita harus semangat anak-anak Indonesia," pungkasnya.
(wbs)
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.9609 seconds (0.1#10.140)