Riset GDB Sebut COVID-19 dengan Penyakit Kronis Terus Meningkat

Sabtu, 17 Oktober 2020 - 13:03 WIB
loading...
Riset GDB Sebut  COVID-19 dengan Penyakit Kronis Terus Meningkat
The Global Burden of Disease Study memberikan sebuah strategi dan perencanaan menuju kebutuhan yang paling besar, dengan data masing-masing negara mengenai faktor-faktor risiko dan beban penyakit kronis. FOTO/ IST
A A A
NEW YORK - Interaksi COVID-19 dengan penyakit kronis yang terus meningkat secara global dan faktor-faktor risiko terkait, termasuk obesitas, gula darah yang tinggi, dan polusi udara luar ruangan, selama 30 tahun terakhir telah menciptakan sebuah badai yang “sempurna”, yang memicu tingkat kematian COVID-19. (Baca juga: Nikita Willy Indra Priawan Nikah, Mas Kawinnya Emas 75 Gram Bertahta Berlian )

Temuan-temuan terbaru dari The Global Burden of Disease Study (GBD) [1], yang dipublikasikan hari ini di The Lancet, memberikan wawasan baru mengenai seberapa baik penduduk dunia dipersiapkan hal kesehatan pokok untuk menghadapi pandemi COVID-19 dan menetapkan skala atau tingkat kesulitan yang tepat untuk melindungi populasi dunia dari ancaman pandemi lebih lanjut. (Baca juga: Jarak Lebih Dekat Dibanding Bulan, Asteroid Ini Melintasi Bumi secara Aman )

Studi ini juga mengungkapkan bahwa meningkatnya paparan terhadap faktor-faktor risiko utama (termasuk tekanan darah tinggi, gula darah tinggi, indeks massa tubuh tinggi [BMI], dan kolesterol yang meningkat), disertai meningkatnya kematian karena penyakit kardiovaskular di beberapa negara (misalnya Amerika Serikat dan Karibia), menunjukkan bahwa dunia mungkin sedang mendekati sebuah “titik balik” dalam peningkatan harapan hidup.

Para penulis menekankan bahwa janji mengenai pencegahan penyakit melalui tindakan pemerintah atau insentif yang memungkinkan perilaku yang lebih sehat dan akses kepada fasilitas kesehatan tidak terwujud di seluruh dunia

“Sebagian besar faktor-faktor risiko ini dapat dicegah dan diobati, dengan mengatasinya akan memberikan manfaat sosial dan ekonomi yang besar. Kita gagal mengubah perilaku-perilaku tidak sehat, terutama yang berkaitan dengan kualitas makanan, asupan kalori, dan kegiatan fisik, sebagian karena tidak ada perhatian yang cukup (dari pembuat) kebijakan dan pendanaan untuk kesehatan publik dan riset (mengenai) perilaku”, kata Professor Christopher Murray, Direktur Institut untuk Metrik dan Evaluasi Kesehatan (Institute for Health Metrics and Evaluation/IHME) di Universitas Washington, Amerika Serikat, yang memimpin riset tersebut [2].

Dr Richard Horton, Pemimpin Redaksi The Lancet, berkata : “Sifat sindrom dari ancaman yang kita hadapi menuntut kita untuk tidak hanya merawat setiap penyakit, namun juga segera mengatasi kesenjangan sosial sebagai latar-belakang yang membentuknya - kemiskinan, perumahan, pendidikan, dan suku, yang semuanya merupakan penentu kesehatan yang kuat”

Di tahun 2019, penyebab-penyebab utama gangguan kesehatan berbeda-beda secara substansial di semua kelompok usia. Cedera di jalan, gangguan sakit kepala, HIV/AIDS, nyeri punggung bawah, dan gangguan depresi adalah masalah kesehatan yang dominan di kalangan orang yang lebih muda berusia 10-49 tahun. Sementara itu, penyakit jantung iskemik, stroke, dan diabetes adalah kontributor utama gangguan kesehatan pada orang-orang berusia 50 tahun atau lebih.

Dalam dekade terakhir, kemajuan global di bidang kesehatan tidak merata. Negara-negara berpendapatan rendah dan menengah (Low- and middle-income countries/LMIC) telah memperoleh kemajuan yang mengagumkan di bidang kesehatan, terutama keberhasilan upaya mereka dalam menangani penyakit infeksi, persalinan, dan neonatal. Misalnya Ethiopia, Sudan, dan Bangladesh telah mengalami penurunan 2% atau lebih per tahun dalam tingkat gangguan kesehatan terstandardisasi umur (DALYs).
(wbs)
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.3279 seconds (0.1#10.140)