Ramai-ramai Bikin Pabrik Baterai di Batang, Apa Penyebabnya?

Minggu, 25 Oktober 2020 - 10:09 WIB
loading...
Ramai-ramai Bikin Pabrik Baterai di Batang, Apa Penyebabnya?
Tesla dikabarkan akan berinvestasi membangun pabrik baterai di Batang, Jawa Tengah. Foto / IST
A A A
JAKARTA - Gonjang-ganjingTeslamembuat pabrik bateraidi Batang, Jawa Tengah bikin geger seminggu belakangan ini. Nyatanya memang ada diskusi antara pemerintah danTesla mengenai keinginan tersebut. Hanya saja perlu dicatat, Tesla tidak sendirian ingin mendirikan pabrik baterai di Indonesia. Dua perusahaan raksasa pembuat baterai Contemporary Amperex Technology Co. Ltd. (CATL) asal China dan LG Chem Ltd dari negeri gingseng Korea Selatan malah sudah menetapkan akan berinvestasi sekitar USD20 miliar atau setara Rp296 triliun di proyek baterai di Indonesia.

Kedua perusahaan itu telah menandatangani perjanjian awal (Heads of Agreement) dengan PT Aneka Tambang Tbk (ANTM) pada bulan lalu guna menghasilkan nilai tambah dari produk nikel Antam. Lalu apa yang menyebabkannikeldi Indonesia begitu diburu oleh para raksasa produsen baterai buat mobil listrik itu sampai-sampai nama Batang, Jawa Tengah jadi mendunia?(Baca juga : Tesla Disebut Dekati Indonesia untuk Pengembangan Baterai Mobil Listrik )

Ramai-ramai Bikin Pabrik Baterai di Batang, Apa Penyebabnya?


Elon Musk, CEO Tesla di ajang Battery Day pada September lalu mengatakan penggunaannikelsebagai bahan baku baterai mobil listrik merupakan salah satu solusi agar harga mobil listrik jadi lebih kompetitif. "Saat ini sudah sangat kritikal bagi kami untuk membuat mobil listrik yang memang bisa dimiliki semua orang," ucap Elon Musk.

Belakangan Tesla dan berbagai produsen mobil listrik lainnya memang masih menggunakan baterai yang dibuat dari bahan baku utama kobalt. Diketahui kobalt merupakan material yang sangat mahal. Situs mining.com menyebutkan harga kobalt metrik per ton mencapai USD30.000 atau setara Rp433,7 juta per ton.

Bahkan menurut situs yang sama, harga kobalt metrik per ton pada Maret 2018 malah pernah mencapai USD100.000 atau setara Rp1,4 triliun. Harga yang fantastis inilah yang membuat harga mobil listrik begitu tinggi karena memang bahan utama penggerak mobil listri itu, yakni baterai memiliki harga yang sangat mahal. "Untuk meningkatkan volume, harga yang terjangkau adalah syarat utama," kilah Elon Musk.

Dari situlah Elon Musk kemudian mencoba sumber daya baru yang memang bisa dioptimalkan untuk menjadi baterai. Dari segi harga nikel memang lebih kompetitif ketimbang kobalt. Untuk metrik per ton nikel harganya mencapai USD15.707 atau setara Rp227,1 juta. Bahkan tersiar kabar harga nikel di Indonesia malah lebih kompetitif lagi dibandingkan harga pasaran di dunia. Artinya Tesla, LG Chem dan CATL bisa memangkas biaya produksi hampir setengah harga biaya produksi dengan kobalt.

(Baca juga : Butuh Tiga Tahun Malaysia Hadirkan Mitsubishi Xpander, Kenapa? )

Selain masalah harga yang lebih kompetitif, penggunaan kobalt saat ini terus mendapat tentangan. Kobalt bahkan kerap dijuluki sebagai Berlian Berdarah Baterai. Banyak lembaga nirlaba yang bergerak di bidang kemanusiaan menggugat berbagai perusahaan internasional seperti Tesla, Apple, Dell, hingga Microsoft karena menggunakan kobalt yang diproduksi di Republik Kongo. Diketahui di negara itu produksi kobalt dianggap melanggar hak asasi manusia anak-anak dan sangat polutif buat lingkungan.

Tentunya hal itu sangat berdampak buruk buat perusahaan internasional sekelas Tesla dan perusahaan lain yang fokus pada pembuatan baterai. Mereka kemudian mencoba menemukan bahan lain yang memang bisa digunakan untuk membuat baterai yakni nikel. "Saya sudah berbicara dengan bos-bos tambang dunia, mereka bilang kepada saya, coba cari nikel, itu yang paling penting," ucap Elon Musk.
Halaman :
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 1.1103 seconds (0.1#10.140)