Pesawat Listrik eCaravan, Terbang Setengah Jam Habiskan Rp84.000

Senin, 22 Juni 2020 - 06:53 WIB
loading...
Pesawat Listrik eCaravan, Terbang Setengah Jam Habiskan Rp84.000
Pesawat bertenaga listrik terbesar di dunia buatan perusahaan MagniX bernama eCaravan berhasil terbang untuk pertama kalinya. Foto/Magnix
A A A
WASHINGTON - Nama eCaravan mungkin tidak asing di telinga para ahli penerbangan Amerika Serikat (AS). Namun, pesawat modifikasi Cessna Caravan 208B itu telah mengalami kemajuan dari bahan bakar konvensional menjadi listrik. Kini, eCaravan menjadi pesawat listrik terbesar yang sukses mengudara di langit Negeri Paman Sam.

Pesawat listrik ini terbang selama 30 menit pada 28 Mei setelah sukses lepas landas dari Bandara Internasional Grant County. Dua perusahaan di balik eCaravan, AeroTEC dan magniX, mengaku bangga dengan capaian itu. Chief Executive magniX, Roei Ganzarski, mengatakan penerbangan eCaravan ditenagai 100% energi listrik.

“Biaya penerbangannya hanya sebesar USD6 dolar. Jika kami menggunakan bahan bakar konvensional, penerbangan selama 30 menit itu akan memakan biaya hingga USD300 sampai USD400,” ujar Roei, dikutip BBC. eCaravan merupakan pengembangan dari uji coba sebelumnya yang menggunakan pesawat berukuran lebih kecil. (Baca: Arab Saudi Buka 1.500 Masjid Makkah Meski Covid-19 Mengganas)

Meski mencatat capaian gemilang, penerbangan komersial jarak jauh dengan menggunakan energi listrik kemungkinan kecil terealisasi dalam waktu lama. Saat ini, massa jenis energi baterai litium-ion hanya sekitar 250 watt-hours per kilogram, sedangkan bahan bakar minyak 12.000 watt-hours per kilogram.

Perbedaan antara energi listrik dan konvensional sangat jauh, bahkan terpisah 14 kali lipat. Namun, energi listrik diyakini akan dapat berfungsi secara lebih efektif dan hemat. Susan Liscouët-Hanke, insinyur penerbangan dari Concordia University, mengatakan saat ini energi konvensional belum dapat digantikan.

Senada dengan Susan, Duncan Walker dari Loughborough University mengatakan bahan bakar konvensional lebih efisien dari segi bentuk dan beban. Dia juga memperhitungkan Airbus A380 hanya akan bisa terbang sejauh 1.000 kilometer menggunakan baterai kontra 15.000 kilometer menggunakan kerosin.

“Untuk melakukan penerbangan tersebut, pesawat A380 akan memiliki berat 30 kali lipat dibandingkan menggunakan bahan bakar konvensional,” kata Walker. Dengan demikian, para ahli memperkirakan penggunaan baterai kemungkinan hanya dapat diterapkan di dalam pesawat kecil dan dalam perjalanan jarak dekat.

Sebelumnya perusahaan startup asal AS, Ampaire, juga telah melakukan uji coba penerbangan pesawat listrik hibrida, Electric EEL, di jalur penerbangan komersial di Hawaii. Electric EEL dilengkapi dua mesin kembar Cessna 337 Skymaster, yakni mesin konvensional dan listrik. Kedua mesin itu bekerja secara paralel.

Chief Executive Officer (CEO) Ampaire, Kevin Noertker, mengatakan pengenalan dan pemasaran pesawat listrik hibrida diharapkan dapat mengganti pesawat konvensional secara berangsur-angsur sebelum inovasi daya listrik penuh diciptakan. Tujuannya agar moda transportasi udara lebih ramah lingkungan. (Baca juga: Kaum Adam bereran besar terhadap ledakan Kehamilan Tak Direncanakan)

“Cara paling praktis untuk meraih masa depan bebas fosil ialah dengan mulai memasarkan teknologi listrik hibrida,” ujar Noertker, dikutip CNN. “Kami sedang mengejar perluasan dan komersialisasi pasar pesawat listrik secara bertahap. Pendekatan ini akan menguras banyak waktu dan dana ratusan juta dolar.”
Halaman :
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.2053 seconds (0.1#10.140)